IJN - Banda Aceh | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kota Banda Aceh, Musriadi Aswad SPd, MPd mensosialisasikan Qanun Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pemerintahan Gampong, kegiatan tersebut berlangsung di Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh. Rabu 18 November 2020.
Sosialisasi tersebut turut dihadiri Akbar Mirza, S.STP, M.Si
Camat Ulee Kareng, Muspika Ulee Kareng, Keuchik, Tuha Peut, perangkat Gampong, dan tokoh perempuan.
Musriadi dalam sambutanya mengatakan, penyelenggaraan pemerintahan gampong yang merupakan unit terkecil dalam pemerintahan dan ujung tombak pelayanan publik harus benar-benar menekankan prinsip-prinsip tersebut dan memperhatikan potensi dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Selain itu, Musriadi juga menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memberikan kedudukan hukum yang kuat dan jelas bagi Pemerintah Mukim dan Pemerintah Gampong dalam sistem Pemerintahan Aceh.
"Dalam Pasal 115 sampai dengan 117 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, eksistensi gampong di akui dengan tegas sebagai subsistem penyelenggaran Pemerintah Kota dalam struktur Pemerintahan Aceh. Pasal 117 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menghendaki agar ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, fungsi, pembiayaan organisasi dan perangkat Pemerintahan Gampong diatur dengan Qanun Kota,"jelas Musriadi Politisi PAN itu.
Menurut Musriadi, penyelenggaraan Pemerintahan Gampong dilaksanakan melalui sistem perencanaan pembangunan gampong dan didukung dengan penerapan sistem tata kelola keuangan berbasis kinerja dalam rangka meningkatkan fungsi pelayanan publik kepada masyarakat gampong.
Wewenang legislasi Pemerintahan Gampong kata Musriadi, perlu didukung oleh penguatan kelembagaan Tuha Peut Gampong sebagai Badan Permusyawaratan Gampong untuk meningkatkan kehidupan berdemokrasi di gampong dan dalam rangka melaksanakan prinsip saling mengawasi dalam sistem Pemerintahan Gampong Pemerintahan Gampong juga diberikan wewenang penyelesaian sengketa adat sebagai penerapan sistem penyelesaian persengketaan adat (community justice system) dalam kehidupan gampong.
BACA JUGA : Pasangan Gay Digerebek Warga di Banda Aceh, Musriadi: Harus Dicambuk
"Pemerintah Kota melalui kecamatan perlu melakukan supervisi dan memfasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Gampong,"kata Musriadi, anggota DPRK Banda Aceh.
Dalam Qanun Pemerintahan Gampong terdapat 109 Pasal yang terdiri atas Ketentuan Umum; Kedudukan dan Kewenangan Gampong; BAB III Pemerintahan Gampong; BAB IV Pemerintah Gampong; BAB V Tuha Peuet Gampong; BAB VI Perencanaan Pembangunan Gampong; BAB VII Keuangan Gampong dan Kekayaan Gampong; BAB VIII BUMG; BAB IX Lembaga kemasyarakatan dan Lembaga Adat; BAB X Kerjasama Gampong, BAB XI Reusam Gampong, BAB XII Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong; BAB XIII Pembentukan dan Penghapusan Gampong; BAB XIV Penyelesaian Sengketa Secara Adat; BAB XV Pembinaan dan Pengawasan, BAB XVI Ketentuan Penutup.
"Kita berharap dengan sosialisasi Qanun Kota Banda Aceh Nomor 1 tahun 2019 tentang Pemerintahan Gampong, masyarakat paham terkait jabatan atau pemangku kepemerintahan gampong seperti lembaga eksekutif gampong terdiri dari keuchik dan teungku imum meunasah, beserta perangkat gampong. Sementara Badan Perwakilan Gampong disebut Tuha Peut yang terdiri dari unsur ulama, tokoh adat, pemuka masyarakat, dan cerdik pandai yang ada di gampong yang bersangkutan,"ungkap Musriadi yang merupakan Ketua Komisi I DPRK Banda Aceh.
BACA JUGA : Aminullah Minta Satpol PP/WH Sapu Bersih Pelanggar Syariat Islam di Banda Aceh
"Terhadap aturan, petunjuk dan adat istiadat yang ditetapkan oleh Keuchik setelah mendapat persetujuan Tuha Peuet Gampong disebut Reusam Gampong, dan dalam wilayah Gampong terdapat sejumlah Dusun/Jurong atau nama lain, dan dikendali oleh kepala Dusun/Jurong atau nama lain, yang merupakan unsur pelaksana wilayah dari pemerintah Gampong,"demikan jelas Musriadi dihadapan perangkat Desa dan tokoh perempuan.
Penulis : Hendria Irawan