IJN - Banda Aceh | Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (BEM Unsyiah), Selasa 21 Mei 2019, melakukan aksi mengenai Reformasi dengan tema “21 Tahun Reformasi Apakabar indonesia”.
Aksi yang berlangsung di Bundaran Simpang 5 (Lima) Banda Aceh, dimulai setelah shalat Ashar. Sekjen BEM Unsyiah 2019 yang juga Koordinator Lapangan aksi turut menyampaikan orasi dan dilanjutkan oleh Menteri Polhukam BEM Unsyiah 2019, serta beberapa orang orator lainnya.
Koordinator aksi Sumardi dalam orasinya menyampaikan, bahwa Peristiwa bersejarah pada tahun 1998 ditandai dengan lengsernya presiden kedua Indonesia yang telah lama berkuasa.
“1998 adalah saksi bisu perjuangan mahasiswa menuntut keadilan penguasa. Momentum Reformasi adalah, salah satu momentum yang sangat di nantikan oleh para mahasiswa,” ujar Sumardi dalam orasinya.
“Pasalnya, pada 21 Mei 1998 dulu, telah terjadi perjuangan oleh para pendahulu untuk membela hak rakyat yang meruntuhkan rezim otoriter dengan enam tuntutan yang nyata,” ungkap Sumardi.
Sementara itu, Menteri Polhukam M. Dwi Ardi dalam orasinya menyebutkan, bahwa setelah 21 tahun Reformasi, Indonesia masih belum sejahtera. Negeri ini masih menjerit dengan berbagai persoalan yang ada. Indonesia sekarang apa kabarnya setelah 21 Tahun Reformasi ??.
“Maka dari itu, kami mahasiswa selaku sosial kontrol, ingin menunjukkan sikap yang tidak akan tinggal diam dengan permasalahan di negeri ini.”
“Perjuangan reformasi yang harus kita selesaikan adalah, permasalahan yang terjadi saat ini, dimana pembungkaman rakyat yang bersuara akan di jegat. Sedangkan hukum, dibuat seolah-olah hanya dijadikan pajangan kitab terbaik negara saja,” tegas Dwi Ardi.
Wakil Ketua BEM Unsyiah, Rifqi Ubai Sultan juga menambahkan, bahwa utang reformasi masih banyak semua belum mampu diselesaikan oleh petinggi rakyat, pemerintah hadir bukan sebagai solusi atas permasahan, tapi sebagai orang yang hanya mengambil kekuasaan dan memanfaatkannya tidak seusai dengan ketentuan hukum.
“Contoh konkritnya, setelah 21 tahun refomasi, masih banyak penjabat yang terjerat korupsi dari petinggi daerah sampai dengan Bupati,” ungkap Rifqi Ubai.
Selain itu, ia juga mengungkapkan, yang sangat miris dan menjadi PR besar bagi negeri ini adalah, Pemilu 2019 yang penuh dengan tragedi. Dari permasalahan awal banyaknya berita hoax, KPU salah input, hingga tragedi kemanusiaan. dengan banyaknya KPPS yang meninggal dunia
“Data Kemenkes : 527 Petugas KPPS Meninggal, 11.239 Orang Sakit, jumlah korban sakit dan meninggal tersebut hasil investigasi Kemenkes di 28 Provinsi per tanggal 15 Mei 2019.”
rifqi juga menyinggung permasalahan Dokter Ani Hasibuan yang terjerat kasus ujaran kebencian, padahal faktanya beliau hanya mencari solusi.
“Itu sudah menjadi bukti, beginilah potret negeri ini. Mahasiswa sebagai garda terdepan perjuangan rakyat tidak akan tinggal diam melihat problematika di negeri ini. Kita akan turun menyuarakan kebenaran. Dengan turun ke jalan melakukan demontrasi, maka itu adalah kritik terbaik bagi pemerintah, serta sebagai salah satu cara merawat idealisme mahasiswa,” tutup Wakil Ketua BEM Unsyiah ini.
Diakhir aksinya, Badan Eksekutif Mahasiswa juga turut menyampaikan 5 (Lima) poin pernyataan sikap, yang isinya sebagai berikut :
1. Penyelenggara Pemilu harus netral.
2. Pemerintah harus bertanggungjawab dan melakukan investigasi terkait meninggalnya ratusan penyelenggara Pemilu.
3. Mendesak pemerintah membuat tim independen untuk mengungkap kematian penyelenggara Pemilu.
4. Menuntut pemerintah agar tidak menggunakan kekuasaannya untuk membungkam kebebasan berpendapat rakyat.
5. Kami mahasiswa Indonesia menyatakan perlawanan terhadap semua upaya yang mematikan demokrasi di Indonesia. (ril)