IJN - Banda Aceh | Akademisi Universitas Abulyatama, Usman Lamreung, mengatakan bahwa penyerahan pengelolaan Migas Blok B kepada Pemerintah Aceh oleh Pemerintah Pusat, bukanlah langkah besar.
Menurut Usman Lamreung, penyerahan Blok B kepada Pemerintah Aceh melalui PT PEMA, baru langkah awal. "Ini hanyalah sebuah upaya Menteri menjalankan amanat sesuai aturan yang sudah ditetapkan," katanya kepada Media INDOJAYANEWS.COM, Senin 22 Juni 2020.
"Cuma tunggu dulu, menurut analisa kami ini hanya baru proses awal dan belum apa-apa. Ini hanya surat dalam upaya Menteri menjalan amanat Pasal 39 PP 23/2015," sambungnya.
Untuk diketahui, dalam beberapa hari ini sejumlah elemen masyarakat menyorot Pemerintah Aceh karena dianggap berhasil mengambil alih pengelolaan minyak dan gas bumi Blok B di Aceh Utara, setelah berakhirnya kontrak dengan PT Pertamina.
Usman menilai, ini merupakan kesempatan besar Pemerintah Aceh, apabila pengelolaan migas ini benar-benar mampu direalisasikan dan diimplementasikan oleh Pemerintah Aceh melalui PT PEMA, yang diminta untuk mengajukan permohonan pengelolaan migas Blok B Aceh Utara kepada Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).
Sesuai Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumberdaya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, Pasal 39, ayat 1 Pengelolaan Migas Aceh yang menyatakan;
"Wilayah kerja yang dikembalikan oleh kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat ditawarkan terlebih dahulu kepada BUMD sebelum dinyatakan menjadi Wilayah Terbuka, dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan BUMD, sepanjang saham BUMD 100% (seratus persen) dimiliki oleh Pemerintah Aceh".
Pada Pasal 38, ayat (1) menyatakan; "Kontraktor wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri, sesuai dengan ketentuan Kontrak Kerja Sama".
Atas dasar tersebut, lanjut Usman, Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM, menyampaikan kepada Plt Gubernur Aceh persetujuan pengelolaan blok B, yang akan dijalankan oleh PT. PEMA.
"Ini bukan sebuah langkah besar. Justru nampaknya bola panas sedang dipindahkan menteri ke BPMA dan Pemerintah Aceh. Jadi berhasil dan gagalnya Aceh mengambil alih Blok B sangat tergantung sejauh mana Aceh mampu menganulir surat Menteri. Ini merupakan tata cara yang diatur dalam PP No.23 tahun 2015. Artinya bahwa yang menjadi tokoh kunci dalam keberhasilan atau kegagalan pengambilalihan blok B ini ada di BPMA," jelas Akademisi Unaya itu.
BPMA memfasilitasi sepenuhya PT. PEMA baik dukungan administratif, SDM dan dukungan analisis kajian teknis. Sehingga, PT. PEMA dapat penyusunan program kerja dan mempersiapkan kemampuan teknis dalam melakukan pengambil alihan Blok B.
PT. PEMA, dalam 14 hari kedepan sebagimana arahan surat menteri Menteri ESDM (17 Juni 2020), telah menyampaikan program kerja, membentuk Kontrak Kerja Sama, kemampuan teknis, ekonomis, kemampuan manajerial, kemampuan keuangan dan kepemilikan saham.
Hal itu perlu disiapkan untuk dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan permohonan yang telah diajukan PHE NSB sebelumnya, termasuk signature bonus yang diajukan PT PEMA. Ini merupakan hal-hal yang dipertimbangkan BPMA dalam menentukan pengelola Blok B.
PT. PEMA mempersiapkan bukti/dukungan kemampuan keuangan, kepemilikan saham dan signature bonus untuk selanjutnya akan di-submit kepada BPMA.
Kemudian menjadi pertanyaan apakah PT. PEMA sudah siap? Siap anggaran, siap Sumber Daya Manusia. Dari mana anggarannya? Apakah dari APBA, bila APBA pasti ada persetujuan DPRA, Apakah 14 hari kedepan bisa diputus dan persetujuan DPRA?
PT PEMA juga harus menghitung berapa sisa cadangan minyak dan gas di blok B, berapa perhari bisa di ambil, berapa perbulan dan pertahun. Sehingga anggaran yang sudah dikeluarkan bisa kembali dan menguntungkan Aceh.
"Jangan sampai pengelolaan nantinya merugi dan tidak sesuai dengan anggaran yang diflotkan. Pemerintah Aceh harus mempertimbangkan kembali, dengan menunjuk PT PEMA sebagai pelaksana pengelola Migas Blok B. Dilihat dari trek record, PT PEMA sedang banyak sorotan masyarakat mengenai pengelolaan Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong, yang menyebabkan investor angkat kaki dari KIA," ungkap Usman.
"Harus diingat, hak kelola ini baru sebatas pra-kondisi belum menjadi prestasi. Karena itu, supaya tidak menjadi angin surga Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Pak Nova, harus membuktikan kesiapannya dalam pengelolaan Migas blok B," demikian harap Usman Lamreung. (Red)