09 Jul 2020 | Dilihat: 390 Kali

Chairul Azmi: PT PKLE Segera Mengkosongkan Tempat dan Tidak Punya Hak Lagi Menggelola Hutan Magrove Kuala Langsa

noeh21
Kuasa Hukum PT Pekola, Chairul Azmi.
      

IJN - Langsa | Setelah jangka waktu perjanjian kerjasama telah berakhir pada tanggal 18 Juni 2020, maka PT. PKLE tidak mempunyai hak lagi sebagai pengelola Fasilitas Ekowisata Hutan Mangrove Kuala Langsa.

Hal ini ditegaskan Kuasa Hukum PT. Pekola Kota Langsa, Chairul Azmi, SH melalui rilis yang diterima Indojayanews.com, Kamis, 9 Juli 2020 malam.

Dijelaskannya, perjanjian kerjasama antara PT. Pelabuhan Kota Langsa (PEKOLA) dengan PT. Pelabuhan Kuala Langsa Energi (PKLE) tentang Pengelolaan Fasilitas Ekowisata Hutan Mangrove Kuala Langsa, Kecamatan Langsa Barat No.110/PEKOLA/IX/2017 dan No.003.SPJ/PKLE-LSA/IX/2017 tanggal 18 September 2017 beserta addendum Nomor.001/PEKOLA/ADD-I/IX/2019 tanggal 19 September 2019 merupakan dasar PT PKLE sebagai pengelola Fasilitas Ekowisata Hutan Mangrove Kuala Langsa.

Namun, melalui surat Nomor : 074/PEKOLA/VI/2020 tanggal 8 Juni 2020 tentang Pemberitahuan Akhir Masa Kerjasama, PT. PEKOLA telah memberitahukan tentang berakhirnya masa kerjasama dengan PT. PKLE terhadap Pengelolaan Fasilitas Hutan Mangrove Kuala Langsa. Namun, diwajibkan untuk segera menyelesaikan segala kewajiban yang belum dijalankan oleh PT. PKLE kepada PT. Pekola dengan memberikan batas waktu sampai dengan 1 Juli 2020.

"Perlu kami tegaskan bahwa di dalam perjanjian kerjasama antara Pemko Langsa dengan PT. Pekola tahun 2017, pihak PT. Pekola diberi kewenangan untuk dapat bekerjasama dengan pihak ketiga atau pihak lain guna pengelolaan objek kerjasama, sehingga kemudian kami telah menunjuk mitra baru yang diperoleh dari hasil penilaian Tim Penilai yang dibentuk oleh PT Pekola," terang Chairul.

Ternyata, PT PKLE masih terus melakukan pengelolaan Fasilitas Ekowisata Hutan Mangrove. Karenanya PT Pekola melalui surat Nomor : 086/ PEKOLA/VII/2020 tanggal 06 Juli 2020 telah memerintahkan PT PKLE untuk melakukan pengosongan tempat dan tidak lagi melakukan pengolaan fasilitas tersebut.

"Namun, fakta yang kami temukan dilapangan sampai saat ini PT. PKLE masih terus melakukan Pengelolaan terhadap Fasilitas Ekowisata Hutan Manggrove, kami tegaskan perbuatan tanpa hak menguasai fasilitas tersebut, merupakan bentuk perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 167 KUHPidana dan bukan “wan prestasi” sebagaimana tudingan PT PKLE terhadap PT Pekola," Tegas Chairul.
 

Perlu di ketahui, perjanjian yang telah berakhir jangka waktunya tidak dapat dijadikan dasar lagi oleh para pihak dikarenakan sudah dianggap tidak berlaku dan mengikat kedua belah pihak, sehingga tidak perlu adanya putusan pengadilan untuk pengakhiran perjanjian. Sebagaimana pernyataan PT PKLE melalui direkturnya di media online.

"Silahkan tanya kepada ahli hukum jika tidak mengerti hukum dan jangan berbicara seolah – olah sangat mengerti hukum, sehingga tidak lagi membuat opini yang “sesat” di media," papar Chairul.

"Logika masyarakat jangan di bolak balik, yang mempunyai hak (PT Pekola) dituding bersalah sedangkan yang tidak mempunyai hak dan melanggar hukum (PT PKLE) di anggap benar dan dibiarkan terus mengelola asset Pemerintah Aceh berupa fasilitas Hutan Mangrove yang diberikan mandat pengelolaan kepada PT Pekola oleh Pemko Langsa," terang Chairul lagi.

Apalagi dilapangan, tambah Chairul, pihaknya menemukan PT PKLE masih terus mengutip tiket masuk atas asset  tersebut terhadap masyarakat yang berkunjung, serta memperoleh keuntungan dari pejualan tiket masuk sehingga perbuatan tersebut berpotensi merugikan keuangan negara dan dapat dikategorikan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menyatakan :
“bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan kegiatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.

"Bahwa terkait tudingan – tudingan PT PKLE dan lembaga lainnya yang tidak benar, mengadung fitnah dan mencemarkan nama baik PT Pekola di media dan jika PT PKLE masih terus melakukan perbuatan yang melanggar hukum walaupun telah kami ingatkan, maka kami akan menempuh segala upaya hukum yang diperlukan atas perbuatan tersebut dan untuk menyelamatkan asset Pemerintah Aceh berupa fasilitas hutan mangrove yang diberikan mandat pengelolaannya kepada PT Pekola oleh Pemko Langsa," ungkap Kuasa Hukum PT Pekola, Chairul Azmi, SH.


Penulis : Mhd Fahmi

Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas