27 Ags 2019 | Dilihat: 534 Kali

Dibalik Pencapaian, Ada Tiga Reputasi Buruk Pemerintahan Dulsaza

noeh21
Mustafa Kamal, LSM Singkil Education People (SiEP), Kabupaten Aceh Singkil.
      
IJN - Aceh Singkil | Dari sekian banyak problem unsur indikator yang bisa dijadikan penilaian atas perjalanan Pemerintahan pasangan Bupati/Wakil Bupati Aceh Singkil, Dulmusrid-Sazali, sedikitnya ada tiga reputasi buruk.
 
Rilis tersebut disampaikan LSM Singkil Education People (SiEP), Mustafa Kamal, kepada Indojayanews.com, Selasa 27 Agustus 2019, menanggapi pencapaian Pemkab Aceh Singkil yang dikatakan Bupati, Dulmusrid kepada awak media saat menggelar konfrensi pers pasca HUT RI Ke-74, di Pendopo beberapa waktu lalu.
 
Bupati didampingi Wakil Bupati, Sazali, Kepala BPS, dan sejumlah Kepala SKPK, menyampaikan langsung keberhasilan dan pencapaian pemerintahannya.
 
Ditandai dengan claim langsung selaku Bupati merilis pencapaian pemerintahannya, salah satunya berhasil meraih WTP dan lepasnya Kabupaten Aceh Singkil dari status daerah tertinggal berdasarkan Keputusan Menteri Desa.
 
"Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 79 Tahun 2019 Tentang Penetapan Kabupaten Daerah Tertinggal yang Terentaskan Tahun 2015-2019," jelasnya.
 
Namun, dengan prestasi itu tidak pula serta merta menjadi berpuas hati, karena dalam rilisnya SiEP menyoroti sedikitnya ada tiga trend negatif atau Reputasi Buruk dimasa Dulsaza.
 
Karena, selain saat ini terlihat perekonomian masyarakat sangat memprihatinkan, ditambah 3 reputasi buruk yang harus diakui Pemerintah Aceh Singkil saat ini diantaranya, merosotnya keuangan APBK hingga mengalami defisit dan penurunan sejak tahun 2017, 2018 hingga 2019.
 
Pasca sejak dilantik memimpin Kabupaten Aceh Singkil, pasangan Bupati/Wakil Bupati, Dulmusrid-Sazali, trend penurunan ini seolah melekat terus dari tahun anggaran berjalan menuju tahun angaran berikutnya.
 
Padahal diketahui ditahun sebelumnya Pagu APBK Aceh Singkil pernah mencapai angka yang signifikan meningkat dengan nilai 1 Triliun lebih.
 
Namun semenjak Pemerintahan dulsaza menahkodai rasa-rasanya pencapaian tahun sebelumnya bukan berlanjut atau bertambah, malah diperubahan tahun 2017 nilai tersebut menurun drastis mencapai ratusan miliar.
 
Sehingga terjadi kontradiktifitas dengan tahun sebelumnya, jargon semboyan perubahan yang didengung-dengungkan cenderung anggaran APBK Aceh Singkil ditahun berikutnya terus menurun dan berkurang dan merangsak ke bawah.
 
Terjadinya defisit itu tidak jauh penyebabnya yaitu menyangkut tidak tercapainya realisasi kegiatan dan terpenuhinya target pendapatan.
 
Disamping itu, dinilai kurangnya sinergisitas program antar SKPK yang tidak mendukung satu sama lain. Kemana arahnya dan persoalan apa yang ingin dituntaskan dalam skala prioritas pembangunan.
 
"Kedua faktor itu terjadi dinilai karena lemahnya kontrol pimpinan kepada bawahannya. Dalam hal ini kecakapan, koordinasi dan komunikasi Bupati sebagai pucuk pimpinan belum membumi kelevel bawahan," ungkap Mustafa.
 
Begitu juga, meski hampir setiap tahun meraih WTP, tapi di pemerintahan Dulsaza juga menjadi langganan mendapatkan Rekomendasi temuan dari BPK. Baik itu kelalaian atau kekeliruan administarasi maupun soalan kinerja.
 
"Cek dan ricek tiap tahunnya ada saja SKPK pemerintahan Dulsaza mendapat teguran oleh BPK yang dicantumkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan," tutur Mustafa.
 
Ditambah lagi, masih lemahnya kepatuhan ketertiban adminsitrasi menyangkut keuangan. Seperti, temuan kelebihan bayar yang terjadi sejak tahun 2017. BPK menemukan 1,4 Miliar lebih temuan kelebihan bayar dari sekian SKPK dijajaran Pemkab Aceh Singkil. 
 
Tidak hanya itu, ditahun 2018 lalu juga tidak sedikit BPK merekomendasikan atas kelebihan bayar. Bahkan BOP Bupati dan Wakil Bupati sebesar 50 juta rupiah dan SKPK lainnya. Bila dikumpulkan uang nya pun menjadi banyak.
 
Selanjutnya, menyangkut visi-misi Bupati/Wakil Bupati Aceh Singkil terpilih, belum ada penandaan alamat terakomodirnya sesuai visi-misi Dulsaza dalam program kegiatan tahunan SKPK.
 
"Bila kita urut kebelakang biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan grandesain visi-misi itu tidak murah, kurang lebih mencapai 2 miliar. Tapi sangat disayangkan, fungsinya hanya baru sekedar pajangan semata," ungkapnya.
 
Penerapan dan penerjemahannya belum terlihat tanda-tandanya, dan yang paling superior itu sektor kesehatan. direktur RSUD Aceh Singkil saja silih bergantinya sampai tiga kali dalam setahun, tentunya dengan orang yang berbeda-beda. Rata-rata begitu cepat mengundurkan diri, pengunduran diri para eks direktur RSUD itu tentu ada sebabnya yang tidak perlu terjadi.
 
"Hal tersebut diperparah dengan penurunan status/grade RSUD aceh Singkil bak tsunami disiang bolong melanda dunia kesehatan kita. Hingga kini sepengetahuan kami belum ada upaya untuk menormalkan kembali keadaannya atau belum dicarikan solusi representatif dari kondisinya semula," cetus Mustafa.
 
"Dengan begitu, seharusnya Pemkab Aceh Singkil sejak saat ini terus berbenah menatap Aceh Singkil kedepan lebih maju, bukan malah mundur," pungkasnya.
 
Penulis : Erwan
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas