IJN - Banda Aceh | Dewan Sengketa Indonesia (DSI) melantik dan mengambil sumpah terhadap mediator dan Arbiter, Senin 28 November 2022, di Hermes Palace Hotel Banda Aceh.
Sebanyak 31 mediator, 9 Arbiter dan 7 Praktisi Dewan Sengketa tersebut diambil sumpah oleh Presiden Dewan Sengketa Indonesia, Sabela Gayo, SH, MH, P.hD, CPL, CPCLE, CPM, CPArb.
Selain itu, DSI juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan 5 Universitas di Aceh yakni Universitas Syiah Kuala (USK), UIN Ar-Raniry, Universitas Abulyatama, IAI Al-Muslim Aceh Universitas Jabal Ghafur.
Kerjasama tersebut terkait pelatihan profesi mediator, ajudikator, konsiliator, arbiter yang berada di wilayah hukum Provinsi Aceh.
Presiden DSI, Sabela Gayo, SH, MH, PhD, CPC, CPLE, CPM, CPArb juga melantik dan mengukuhkan ketua DSI Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah.
Sabela Gayo mengatakan, Pengurus DSI Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Besar dan Kota Banda Aceh yang dilantik agar berkoordinasi dan menjalin kerjasama dengan pemangku kepentingan di Kab/Kota untuk memperkuat penyelesaian sengketa melalui Mediasi/ Ajudikasi/Konsiliasi /Arbitrase / Praktisi Dewan Sengketa.
Diketahui, adapun pemangku kepentingan tersebut meliputi Bupati / Walikota, Majelis Adat Aceh, Kepala Kepolisian Resor, Kejaksaan Negeri dan Organisasi Masyarakat / Organisasi Profesi lainnya. Dengan adanya sinergi tersebut maka penggunaan jasa Mediator / Ajudikator / Konsiliator / Arbiter / Praktisi Dewan Sengketa akan semakin diminati oleh masyarakat.
"kesepakatan damai / konsensus yang dihasilkan melalui Mediasi / Ajudikasi / Konsiliasi / Arbitrase / Praktisi Dewan Sengketa memiliki kekuatan hukum yang sama yaitu sama - sama bersifat final dan mengikat jika dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan," katanya.
Sementara itu, Rektor Universitas Syiah Kuala yang diwakili oleh Prof. Dr. Ir. Marwan, IPU menyampaikan Kerjasama Universitas dengan DSI sangat penting untuk melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang mempunyai skil atau berkompeten dibidang nya, dalam hal ini dibidang Hukum dan melahirkan Para Mediator, yang mana begitu selesai kuliah para mahasiswa ini sudah memiliki skil khusus dibidang hukum.
PJ. Gubernur Aceh yang diwakili Asisten I Pemerintahan, Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan Rakyat, Dr. M. Jafar, SH. MHum dalam sambutannya menjelaskan pentingnya Mediator ada disetiap Kecamatan, guna mengimplementasikan dari Qanun Nomor. 9 Tahun 2008 tentang pembinaan kehidupan adat dan istiadat.
Dalam Qanun tersebut, menyebutkan ada 18 item tindak pidana ringan yang penyelesaian nya dilakukan secara adat, hal ini membutuhkan adanya mediator yang handal, dalam hal ini mediator DSI sudah berkompeten.
"Dalam waktu dekat Pemerintah Aceh juga akan meluncurkan pemberian bantuan hukum non-litigasi gratis kepada masyarakat yang kurang mampu, Pemerintah Aceh berharap nanti adanya kerjasama antara Dewan Sengketa Indonesia (DSI) dengan Pemerintah Aceh dalam pemberian bantuan hukum non-litigasi kepada masyarakat,"tutupnya. (Red)