IJN – Banda Aceh | Anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau popular dikenal Haji Uma, meminta Pemerintah Daerah serius menyikapi aspirasi penolakan masyarakat di Aceh terhadap keberadaan PT. Energi Mineral Murni (EMM) di Beutong Ateuh, Nagan Raya dan di Pengasing, Aceh Tengah.
Hal tersebut disampaikan Haji Uma menyikapi demonstrasi penolakan PT. EMM oleh ribuan pemuda dan mahasiswa didepan kantor Gubernur Aceh, Selasa - Rabu 9-10 April 2019.
Apalagi menurutnya, berdasarkan informasi bahwa aksi demonstrasi akan terus berlanjut. Tentu hal ini menjadi bukti bahwa kehadiran PT. EMM merupakan masalah serius yang harus ditanggapi serta ditindaklanjuti dengan serius juga oleh Pemerintah Aceh.
“Aksi pemuda dan mahasiswa Aceh didepan kantor Gubernur adalah bagian dari kelanjutan berbagai aksi penolakan terhadap PT, EMM sebelumnya oleh berbagai unsur komponen, baik masyarakat setempat, pegiat lingkungan hidup bahkan termasuk DPRA sendiri secara resmi sebelumnya juga ikut menolak. Artinya, dengan aksi kemarin maka ini saatnya seluruh komponen, termasuk Pemerintah Aceh harus secara tegas menyatukan komitmen untuk kemudian melakukan upaya kolektif atas nama Aceh guna melakukan upaya pembatalan terhadap izin usaha tambang PT. EMM”, ujar Haji Uma, Rabu, 10 April 2019.
Menurut Haji Uma, kehadiran PT. EMM memang sarat masalah. Hal ini tercermin saat dirinya berkunjung langsung ke lokasi dan bertemu tokoh masyarakat di Beutong Ateuh beberapa waktu sebelumnya.
Bahkan masyarakat mengakui bahwa terjadi indikasi pemalsuan surat dukungan masyarakat oleh PT. EMM dalam pengurusan AMDAL dan Izin Usaha Produksi (IUP). Apalagi arealnya ikut merambah lokasi situs sejarah dan makam ulama serta daerah penyangga air yang dampaknya beresiko terhadap lingkungan.
”Proses awalnya sudah bermasalah sebenarnya, karena itu masyarakat setempat bersama pegiat lingkungan dalam hal ini Walhi Aceh menolaknya. Masalah juga sebenarnya terjadi dalam konteks perizinan, saya paska kunjungan ke Beutong Ateuh langsung menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hasilnya, bersadarkan surat dari KLHK, ternyata PT. EMM tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKH). Tapi yang tidak dimegerti kenapa Izin Usaha Produksi (IUP) bisa keluar,” ungkap Haji Uma.
Haji Uma menambahkan, surat dari KLHK tersebut telah diserahkannya kepada pihak Walhi Aceh untuk dijadikan data pendukung atau alat bukti gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Jakarta Timur yang pada hari Kamis (11/4) besok akan mendapat keputusan vonis hakim.
Untuk itu, Haji Uma berharap agar seluruh komponen bersinergi dan solid untuk melakukan upaya pembatalan izin usaha PT. EMM di Aceh, terutama Pemerintah Aceh agar bersikap tegas untuk menindalanjuti persoalan ini. Mengingat, Gubernur dalam hal ini memiliki dasar hukum untuk merekomendasikan pencabutan izin dimaksud.
Penulis : Mhd Fahmi
Editor : Rudi H