IJN - Banda Aceh | Pengadaan Paket Dukungan Pelaksanaan Kegiatan O2SN Tingkat Nasional yang bersumber dari anggaran Silpa Otsus Aceh dengan Pagu anggaran Rp 2.255.255.000,- dinilai memuat syarat diskriminatif dan janggal.
Hal ini diungkapkan oleh Sekjen Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA) Delky Nofrizal Qutni pres rilisnya kepada media, Selasa 23 Juli 2019.
"Setelah kita lihat kerangka acuan kerja (KAK) pada Dokumen Pelelangan paket tersebut ditemukan sejumlah hal yang janggal, sehingga disinyalir adanya pengaturan pemenang untuk paket kegiatan tersebut," ujarnya.
Dia mengatakan, salah satu keanehan yang ditemukan di dalam dokumen lelang tersebut yakni
"Hal itu tentunya telah mengabaikan Kebijakan dan Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa yang diatur didalam Perpres No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa," ujarnya.
Di dalam dokumen tersebut, tenaga ahli yang diminta tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan cenderung mengada-ada.
"Misalkan untuk posisi Director dengan kualifikasi tingkat pendidikan minimal S2 (strata dua ) kesenian program studi Penciptaan dan pengkajian seni. Disini terlihat ada pengkhususan direktur perusahaan yang jurusan program ini, yang dimaksud director itu apa sutradara atau show director? Kalau memang show director, terlihat disini ketidaktahuan penyusun program ini atau perusahaan pemegang kuncinya tentang pengelolaan event lantaran posisinya hanya pancung," katanya mencontohkan.
Misalkan lagi, kata Delky, untuk posisi Runner, dengan kualifikasi pendidikan minimal S1 (strata satu) Teknik. " Ini lumayan aneh, Emang runner event itu pekerja konstruksi atau jalan apa? Kalau S1 umum mungkin masih bisa dipahami. Kenapa harus dikunci S1 Teknik? Apa urgensinya seorang lulusan teknik dengan ngerunningkan sebuah event, jelas ini tergolong syarat yang aneh," cetusnya.
Kemudian, lanjut Delky, untuk bagian Multimedia hanya diminta pendidikan minimal S1 (strata satu) umum. Seharusnya bagian ini bisa yang lebih spesifik dan detil karena ada pendidikan disiplin ilmunya. Kenapa ini hanya S1 umum? Seharunya S1 Multimedia atau S1 Komunikasi Komputer/IT, apakah perusahaan yang disiapkan pihak penyedia hanya memiliki S1 umum, ini kan jadi tanda tanya? Begitu pula halnya dengan tenaga Graphic Design dengan kualifikasi pendidikan minimal S1 (strata satu), menguasai Desain Grafis dibuktikan dengan sertifikat. Seharusnya bagian yang lebih spesifik dan detil karena ada pendidikan disiplin ilmunya. Kenapa ini hanya S1 umum? Seharunya S1 Design Grafis atau S1 Komunikasi Visual," bebernya.
Tak hanya itu, tambah Delky, untuk Tenaga lapangan Tingkat pendidikan minimal SMA dan memiliki sertifikat Event Logistic. "Penggunaan sertifikat Event Logistic di sini tak sesuai dengan peruntukannya. Sebab, tugas event logistic adalah mengatur logistic dan perlengkapan event dan property event. Bukankah logostik tidak mengurusi teknis lapangan. Sehingga terlihat bahwa KPA dan PPK nya tak mengerti manajemen event dan disinyalir cenderung membuat syarat yang sesuai dengan kesediaan calon EO yang diarahkan,"sebutnya.
Berikutnya, hal yang lebih aneh, untuk tenaga Teknis Manajemen diminta Tingkat pendidikan minimal S1 (strata satu) jurusan manajemen dan memiliki sertifikasi yang dibuktikan dengan sertifikat Event Venue Management.
"Pertanyaannya sederhana, apa korelasinya mengelola manajemen tempat acara sama sarjana manajemen? Jelasnya ini manajemen di lapangan (VM), bukan manajemen kantoran (S1 manajemen). Tugas utama manajemen venue itu lebih kepada layout dan tata letak, serta pengurusan administrasi tempat. Jadi, tak ada hubungannya sama sarjana manajemen. Kalau mengatur karyawan dan pekerjaan kantor, iya perlu sarjana manajemen. Ini cuma mengatur urusan lapangan, kok harus sarjana manajemen?," tanya Delky.
Hal yang semakin menggelitik, kata Delky justru diminta pendidikannya 1 (strata satu) jurusan Teknik dan memiliki sertifikasi yang dikonyol dan mengada-ngada. Tugas event registration itu, ya, meregistrasi, mengatur protokoler, penginapan, dll yang berhubungan dengan registrasi. Apa hubungannya dengan teknik atau harus sarjana teknik? Ini tak ada hubungannya sama sekali dan sudah kian jelas kelihatan arahannya. Kecuali, kalau dibuat sarjana perhotelan, atau sarjana PDPK, itu masih logis. Ini sarjana teknik, emangnya mau meregistrasi semen, beton, batu bata apa?,"tuturnya.
Ditambah lagi, untuk teknis teknis acara justeru Tingkat pendidikan S1 (strata satu) dan memiliki sertifikasi yang dibuktikan dengan sertifikat Event Marketing Communication. "Marcomm itu tugasnya bukan hanya mengurus acara. Tapi menangani marketing event, meyakinkan klient, menyiapkan konten event untuk dijual, dan memaparkan (mempresentasi) event. Di sini, kelihatan deh kalau mereka kekurangan bahan atau pengetahuan tentang event untuk membuat syaratnya aneh, mengada-ngada dan mengandung unsur diskriminatif, bahkan cenderung ngawur,"ucapnya.
Delky menyebutkan, sesuai amanah pasal 44 ayat (9) Perpres Nomor 16 Tahun 2018 bahwa pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan
kualifikasi yang diskriminatif dan tidak objektif.
Dia menambahkan, Didalam lampiran Perka LKPP Nomor 9 Tahun 2018 Poin 3.4 disebutkan bahwa Dalam menentukan persyaratan Penyedia, Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak objektif yang dapat menghambat dan membatasi keikutsertaan Pelaku Usaha dalam proses pemilihan.
Masih kata Delky, munurut pasal 51 ayat (2) huruf (d) Perpres 16 Tahun 2018 disebutkan bahwa Tender dan seleksi dinyatakan gagal apabila, ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
"Untuk itu, kita meminta Pokja ULP untuk membatalkan tender kegiatan ini karena dinilai bertentangan dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Perka LKPP Nomor 9 Tahun 2018, dan selanjutnya harus dievaluasi kembali syarat-syarat yang termaktub didalam dokumen," tegasnya.(ril)