24 Jan 2019 | Dilihat: 431 Kali
Kejagung Diminta Pantau Kinerja Kejati Aceh
Mantan Ketua DPM FH Unsyiah, Saidus Syukur.
IJN - Banda Aceh I Mantan Ketua DPM Fakultas Hukum Unsyiah, Saidus Syukur menyesalkan atas keterlambatan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh dalam penanganan kasus korupsi PDKS Simeulue yang telah ditangani sejak 2015 lalu.
“Kejati telah menetapkan mantan Bupati Simeulue, Darmili sejak 18 Maret 2016 silam. Namun hingga saat ini kasus tersebut belum juga dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh, sehingga menjadi tanda tanya apakah ada rencana Kejati main kucing-kucingan terlebih dahulu,” ungkap Saidus Syuhur kepada media ini, Kamis (24/01/2019).
Dia menambahkan, pada 6 Oktober lalu, Kejati Aceh juga telah menetapkan tersangka baru, yakni mantan Direktur Utama PDKS Simeulue berinisial AU dan Dirut PT PD berinisial A yang tidak lain adalah anak Darmili.
Kasus korupsi dana penyertaan modal sebesar Rp 227 Milyar untuk PDKS Simeulue dari APBK tersebut diduga telah merugikan negara hingga Rp 51 Milyar. “Kejati Aceh pernah berjanji kasus ini akan diselesaikan paling lambat awal November 2018.
Pada (23/01/2019) pihak Kejati Aceh kembali membuat janji baru bahwa awal Februari mendatang akan mengungkapkan aliran uang negara ke rekening tersangka serta akan melimpahkan kasus tersebut ke meja hijau.
Ini kan kesannya Kejati terus mengulur-ulur waktu dengan membuat janji-janji palsu ke publik, padahal kasus ini sudah ditangani sudah hampir 3 tahun, toh dalihnya terus-terusan sedang melengkapi data,” ujarnya.
Pihaknya juga mempertanyakan letak penghambatnya sehingga kasus korupsi PDKS Simeulue tersebut juga belum dilimpahkan ke pengadilan.
“Perlu dipertanyakan adalah dimana letak pengambatnya sehingga perkara tersebut tidak dilimpahkan ke pengadilan,”katanya.
Dia juga menyebutkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh yang ditunjuk sebagai peringkat lima sebagai lembaga berkinerja baik dalam penanganan perkara tindak pidana khusus, terutama korupsi oleh Kejagung pada November 2018 silam perlu ditinjau ulang. Pasalnya, fakta menunjukkan bahwa dalam penanganan kasus korupsi ini Kejati Aceh cenderung lambat.
“Kita meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengawasi kinerja Kejati Aceh dalam penanganan kasus korupsi PDKS Simeulue.
"Jika bulan depan kasus ini juga tak dilimpahkan ke pengadilan maka cabut saja prestasi peringkat 5 (lima) yang diperoleh itu karena Kejati Aceh terbukti sangat lambat dalam penanganan kasus,"cetusnya.
"Publik juga akan mengawasi hal itu, jika Kejati Aceh kurang kuat tinggal dikasih obat kuat kan,” tandasnya. (RIL).