25 Feb 2020 | Dilihat: 599 Kali

Kerap ke Luar Negeri hingga Dugaan Pelanggaran, Elite BPKS Kembali Dapat Sorotan

noeh21
Kantor BPKS Sabang. Foto: Acehimage/AK Jailani
      
IJN - Banda Aceh | Manajemen Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) di bawah kepemimpinan pelaksana tugas (plt) Kepala BPKS, Razuardi Ibrahim, terus mendapat sorotan dari masyarakat. Pasalnya, selama ini badan yang dibiayai oleh APBN itu dianggap semakin "kacau".

Seperti disampaikan Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar, Usman Lamreung, kepada Media INDOJAYANEWS.COM, Selasa 25 Februari 2020. Menurut putra Aceh Besar itu, berbagai kritik dan protes terjadi karena kinerja BPKS yang dinilai tidak sebanding dengan gaji dan fasilitas yang diperoleh elite.

Pendapatan BPKS sebagai Badan Layanan Umum (BLU) jauh merosot pada tahun 2019 lalu jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Demikian juga alokasi dana APBN untuk membangun Sabang dan Pulo Aceh, turun drastis dan banyak bintang.

"Anehnya, kritik dan protes warga Aceh seperti dianggap bagai angin lalu oleh elite BPKS. Beberapa elite BPKS tanpa rasa malu malah berlenggang-lenggok dengan uang rakyat ke luar negeri, ke Singapura, ke Labuan Malaysia, dan baru-baru ke India," kata Usman Lamreung.

Kata Usman, dua rombongan BPKS ke Singapura dan Labuan tak ada hasil untuk pengembangan BPKS. Ia bahkan menganggap perjalanan dinas ke luar negeri pada akhir 2019 lalu itu seperti jalan-jalan akhir tahun, diduga dengan merevisi DIPA agar tersedia dana.

"Surat Tugas pun ditanda tangan sendiri dan patut diduga melanggar managemen internal BPKS. Rombongan elite BPKS ke Labuan dipimpin oleh Plt Wakil Kepala, belum ada hasilnya untuk kemajuan Sabang dan Pulo Aceh," katanya.

"Sepertinya hasil nol besar, tapi uang rakyat nyata terserap. Tim ke Singapura lebih aneh lagi, kabarnya rombongan di bawah Kepala Unit Pelabuhan, saudara Zulkarnain ini hanya untuk mencari alamat palsu disana."

Usman menambahkan, hingga saat ini belum ada perubahan kebijakan dalam menyelesaikan berbagai persoalan managemen internal BPKS.
 Lebih jauh kata dia, beberapa elite BPKS bahkan diduga terkesan seperti "pemburu ST".

"Tentu saja uang sakunya besar plus hotel berbintang. Bahkan ada elite teras yang memperoleh gaji ganda dari sumber dana negara, satu dari BPKS dan satu lagi dari BPMA. Kalau untuk pegawai rendahan hal ini kabarnya tidak dibenarkan di BPKS. Dalam hal ini bendahara atau juru bayar perlu diperiksa oleh penegak hukum agar keadilan tegak," tegasnya.

Magister UGM Yogyakarta ini mengungkapkan, plt Wakil Kepala BPKS juga kerap melakukan perjalanan dinas ke luar negeri, yang menurutnya memecahkan rekor di BPKS.

"Bahkan dalam kunjungan ke India tanggal 16-20 Februari 2020 kemarin, patut diduga ada pelanggaran peraturan anggaran negara, yaitu kegiatannya diduga mendahului ketersediaan anggaran," ujar mantan pekerja rehab-rekon pasca tsunami di BRR Aceh-Nias ini.

Kepada media, Usman mengaku mendapatkan informasi dan dokumen tersebut dari pekerja di internal BPKS. "Dalam DIPA 2020 tidak tercantum alokasi anggaran perjalanan ke India, yang banyak dalam DIPA 2020 adalah taburan tanda bintang," katanya.

Lebih lanjut kata Usman, DIPA BPKS tahun anggaran 2020 masih perlu ada persetujuan terlebih dahulu dari Dirjen Anggaran dan Bappenas RI, sebelum direalisasikan. Namun, meskipun belum ada anggaran, rombongan BPKS tetap berangkat.

"Plt Wakil Kepala BPKS tetap berangkat dengan membawa timnya Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi, dan Kepala Unit Pelabuhan ke India. Bisa jadi karena anggarannya masih bermasalah sehingga Kepala BPKS Razuardi dan Deputi Komersil tak mau ikut pergi, jangan sampai muncul masalah hukum di kemudian hari," jelasnya.

"Kami sangat kecewa dengan kebijakan dan perilaku elite BPKS tersebut yang tidak memiliki rasa malu kepada masyarakat Sabang dan Pulo Aceh. Plt Wakil Kepala BPKS seharusnya memaparkan dulu hasil kunjungan ke Labuan dan mengimplementasikannya di Sabang dan Pulo Aceh."

Usman juga mengingatkan, perjalanan dinas ke luar negeri itu menggunakan uang rakyat, sehingga perlu pertanggung jawaban kepada rakyat. Selaku warga Aceh Besar, Usman meminta elite BPKS agar lebih sering berkunjung ke Pulo Aceh.

"Disana ada pelabuhan perikanan besar yang telah dibangun BPKS tapi tak difungsikan, terlantar, sia-sia. Kami meminta agar BPKS membangun industri perikanan di Pulo Aceh untuk kemudian diekspor melalui free port, dan inilah kerja BPKS yang sebenarnya," bebernya.

Bukan itu saja, Ketua Dewan Pengawas BPKS juga diminta bersedia memanggil unsur managemen BPKS dan melakukan interograsi secara terpisah, sehingga diketahui kenapa BPKS makin "kacau" dan "bermasalah" dalam setahun terakhir.

"Kita semua tahu, Ketua Dewas BPKS itu orang besar, pakar ekonomi global dan sudah sangat mapan, sehingga bebas kepentingan. Kalau yang lain kita agak pesimis, apa lagi pada mantan pejabat Sabang yang pada masanya menjabat mungkin saja banyak masalah," tutupnya.

BPKS sendiri hingga saat ini masih terus melakukan berbagai cara memajukan kawasan Sabang dan Pulo Aceh. Meski sudah 20 tahun berdiri dan diharapkan menjadi salah satu tonggak kemajuan Ache, tapi nyatanya usaha tersebut belum membuahkan hasil sebagaimana diharapkan.

Manajemen BPKS, juga belum memberikan penjelasan apapun terkait berbagai kunjungannya ke luar negeri dalam rangka mencari investor dan studing banding untuk kepentingan pengembangan BPKS kedepan. Plt Kepala BPKS Razuardi Ibrahim, juga belum merespon satu pun informasi yang beredar.

Sbeelumnya, Media INDOJAYA juga telah meminta klarifikasi terkait tudingan gaji ganda yang diterima Plt Wakil Kepala BPKS, namun tak ada respon dari Razuardi selaku pimpinan utama di BPKS.

Editor: Hidayat. S
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas