01 Nov 2019 | Dilihat: 537 Kali

Miris, Korban Tsunami yang Digusur dari Barak Bakoy Belum Dapatkan Rumah

noeh21
Korban Penggusuran Barak Bakoy mengaku ke YARA. Foto: INDOJAYA/Hidayat
      
IJN - Banda Aceh | Sejumlah korban penggusuran dari Barak Bakoy, yang berada di Gampong (desa) Bakoy, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, kembali mengadukan nasibnya ke Kantor Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Jumat 1 November 2019.

Sebelumnya, para korban tsunami yang digusur dari Barak Bakoy itu sempat ditampung di Kantor YARA sebelum ditampung di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Darussa'dah Aceh, di Darul Imarah, Aceh Besar.

PSAA Darussa'dah merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI yang tugasnya memberikan pelayanan terhadap anak korban konflik, korban bencana alam gempa dan tsunami, yatim, piatu, yatim-piatu, dan anak-anak terlantar lainnya.

Menurut pengakuan salah satu pengungsi, Afdal, yang masih bertahan di PSAA Darussa'dah, sebelumnya ada 18 Kepala Keluarga (KK) pengungsi Barak Bakoy yang ditampung di panti tersebut, tapi kini sudah banyak yang keluar karena diduga tak tahan tinggal disana.

Kepada Media INDOJAYANEWS.COM, Afdal mengungkapkan, saat ini hanya tinggal sekitar 6 KK lagi yang masih memilih bertahan. "Yang lainnya kami tidak tahu mereka sudah kemana, apakah sudah mampu sewa rumah, sudah dapat rumah atau belum, tapi mereka sudah tak ada di Darussa'dah," ungkap Afdal.

Sementara alasan sebagiannya masih bertahan, kata Afdal, karena mereka tidak tahu harus kemana jika meninggalkan Darussa'dah, sebab hingga hari ini mereka belum mendapatkan bantuan rumah.

"Sebelumnya, kami dijanjikan bakal mendapat rumah bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI, tapi tertunda karena kami tak ada tanah. Kemudian difasilitasi oleh Dinas Sosial Aceh Besar, katanya ada tanah di Neuheun, tapi alasan selanjutnya katanya tak ada anggaran untuk bangun rumah kepada kami," tuturnya.

Sementara saat ini, lanjut Afdal, keluarga yang masih bertahan di Darussa'dah sudah tidak mendapat perhatian lagi dari pengelola tempat tersebut. Bahkan, para korban tsunami ini dianggap telah membebankan panti tersebut.

"Katanya kami membebankan. Dibilang, kalau dulu bayar listrik dan air tidak seberapa mahal, sejak kedatangan kami disana, beban pembayaran listrik dan air sudah sangat besar. Kami seperti tak diterima lagi disana," ujarnya.

Sementara Abdullah, yang juga korban penggusuran dari Barak Bakoy beberapa waktu lalu, mengaku, jika hari ini ada yang menyediakan rumah bantuan kepada mereka, maka akan segera meninggalkan panti tersebut.

"Tapi, kalau kami keluar dari sana, bagaimana nasib kami? Sedangkan hari ini kami masih sangat kesusahan dalam ekonomi, rumah tak ada, pekerjaan saya hanya sebagai pemulung," ucapnya dengan suara lirih.

Abdullah memohon kepada Pemerintah khususnya Pemerintah Aceh untuk mendengarkan keluh keluh kesah mereka. "Kami sudah ditimpa musibah tsunami, keluarga kami menjadi korban, rumah kami hancur, sekarang kami masih hidup telunta-lunta tak tahu arah. Kami mohon, tolonglha perhatikan kami," kata Abdullah.

Sementara Sekjen YARA Fakhrurrazi, yang sebelumnya berusaha membantu korban penggusuran tersebut, mengaku sangat kecewa dengan pelayanan pemerintah kepada para korban tsunami, yang menurutnya, mereka tidak layak diperlakukan demikian.

"Mereka ini kan warga negara Indonesia, bagian dari Rakyat Aceh, seharusnya Pemerintah Aceh turun tangan kalau memang tidak ada bantuan dari kementerian. Anggaran APBA itu sangat besar setiap tahunnya, seharusnya juga memperhatikan masyarakat yang membutuhkan, daripada setiap tahun banyak anggaran lebih harus dikembalikan ke pusat," jelas Fakhrurrazi.

Penulis: Hidayat. S