IJN - Banda Aceh | Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh menemukan banyak dugaan pelanggaran dalam proses pengesahan dan pasca pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2020. Hal itu disampaikan langsung Koordinator MPO Aceh, Syakya Meirizal kepada Media INDOJAYANEWS.COM, Kamis 20 Februari 2020.
Karena itu, Koordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh Syakya Meirizal menyurati DPRA supaya menggunakan hak dan wewenangnya sebagai perpanjangan tangan rakyat Aceh. Syakya mendesak DPRA seghera Hak Interpelasi terhadap Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Dalam surat tersebut, ada beberapa poin yang disampaikan Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh. Berikut sebagaimana diterima media INDOJAYA, Kamis 20 Februari 2020.
Dengan hormat, berdasarkan pengamatan dan penelusuran Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, terindikasi kuat telah terjadi beberapa tindakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dalam proses pengesahan serta pasca pengesahan APBA 2020. Diantara tindakan pelanggaran yang menjadi temuan kami antara lain sebagai berikut:
1. Pembahasan dan persetujuan bersama KUA-PPAS dan RAPBA 2020 dilakukan bersamaan hanya dalam waktu 4 (empat) hari. Hal ini tidak sesuai dengan Permendagri No. 33 Tahun 2019 yang memberikan waktu 30 (tiga puluh) hari untuk pembahasan KUA-PPAS dan 60 (enam puluh) hari untuk pembahahasan RAPBA, agar setiap usulan Pemerintah Aceh dapat dibahas secara optimal oleh DPRA.
2. Plt Gubernur Aceh dan Pimpinan DPRA periode 2014-2019 terindikasi kuat telah menyalahi prinsip penganggaran dalam proses penandatanganan persetujuan bersama sejumlah paket pekerjaan Multi Years Contract (MYC) tanpa mempertimbangkan rekomendasi penolakan dari Komisi IV DPRA.
3. Pemerintah Aceh telah menaikkan Belanja Tambahan Penghasilan PNS secara sepihak pasca pengesahan APBA 2020. Padahal semua Fraksi di DPRA telah menolak usulan kenaikan tersebut dalam paripurna pengesahan APBA. Ini merupakan pelanggaran terhadap PP No. 12 Tahun 2019 Pasal 58 Ayat 1 yang mengharuskan Pemerintah Aceh memperoleh persetujuan DPRA.
4. Adanya indikasi perubahan dokumen hasil persetujuan bersama Qanun APBA 2020 secara sepihak oleh Pemerintah Aceh yang diserahkan untuk evaluasi Kemendagri. Hal ini terbukti dengan masih terdapat mata anggaran yang tidak mendapat persetujuan DPRA dalam Pergub Penjabaran APBA 2020.
5. Perbaikan/ penyempurnaan Qanun APBA 2020 terhadap hasil evaluasi Kemendagri dilakukan sepihak oleh Pemerintah Aceh tanpa melibatkan DPRA. Padahal berdasarkan Permendagri No. 33 Tahun 2019, penyempurnaan hasil evaluasi Kemendagri disampaikan melalui Keputusan Pimpinan DPRA kepada Mendagri.
6. Penolakan penyerahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) kepada DPRA sesuai dengan surat No. 180/2137 yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah atas nama Gubernur Aceh. Hal tersebut melanggar Pasal 23 Ayat 1 Huruf b dan c UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
7. Pemerintah Aceh terindikasi kuat telah melanggar Pasal 190 Ayat 1, Pasal 194 Ayat 1 dan Pasal 197 UU No. 11 2006 tentang Pemerintah Aceh dalam tata kelola APBA 2020.
"Atas sejumlah indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam proses pengesahan dan pasca pengesahan APBA 2020 diatas, kami memohon kepada Pimpinan DPR Aceh agar segera menggunakan Hak Interpelasi terhadap Plt. Gubernur Aceh," harap Syakya.
"Melalui interpelasi, kami berharap agar DPRA dapat memperoleh seluruh dokumen dan keterangan secara konferehensif dari para pihak. Sehingga seluruh persoalan dalam APBA 2020 dapat diinformasikan secara utuh dan transparan kepada publik."
Baca juga:
Mengejutkan, Pemerintah Aceh Tolak Berikan DPA Tahun 2020 kepada DPRA
Minta Plt Gubernur Hargai DPR Aceh, Bang Saf: Jangan Ada Program "Siluman"
DPRA Harap Plt Gubernur Aceh Tidak Utamakan Hawa Nafsu Kekuasaan
Nova Iriansyah Diminta Tidak Hambat Kinerja DPRA
Editor: Hidayat. S