IJN | Banda Aceh - Seorang warga Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh, Ali Arifin, yang disebut sebut sebagai "Orang Kuat" di wilayah Desa Sikoran, Kecamatan Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil. Hal itu diungkapkan sejumlah warga Desa Sikoran, yang mengadukan nasib lahan mereka ke Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), di Banda Aceh, pada Kamis 25 Oktober 2018.
Sekitar 20 warga yang merasa dirugikan oleh Ali Arifin, yang disebut sebagai salah satu oknum pensiunan Polisi Hutan (Polhut), diduga mengambil paksa sekitar 1.750 hektar lahan warga setempat. Kepala Kampung (Desa) Sikoran, Parasian Berasa, dalam kesempatan itu, meminta bantuan YARA segera menyelesaikan permaslahan yang sedang dialami warganya.
Parasian Barasah mengaku, tanah seluas 1.750 herktar yang diserobot Ali Arifin, masuk dalam area Kampung Sikoran. Tanah itu kemudian diklaim oknum pensiunan Polhut itu sebagai tanah miliknya yang didapat dengan cara dihibah. "Orang Kuat" itu juga memperlihatkan bukti surat hibah yang dikeluarkan pada tahun 1931.
"Kami melihat surat yang diperlihatkan itu seperti surat rekayasa. Mana ada surat yang dikeluarkan pada tahun 1931, dimana saat itu Negara Indonesia saja belum merdeka. Siapa yang buat surat itu juga kami tidak tahu," terang Parasian Berasa kepada awak media.
Parasian dan warga setempat, mengaku sama sekali tidak mengetahui jika tanah itu milik Ali Arifin. "Mana ada seorang pensiunan polisi hutan memiliki tanah seluas itu, tanpa adanya bukti bukti yang jelas," ungkap Parasian yang disahuti warga lainnya. Ia mengaku baru mengetahui tanah di kampungnya diserobot Ali Arifin, setelah beberapa bulan lalu seorang pengusaha bernama Ramlan, membeli tanah seluas 200 hektar oleh Ali Arifin
Dan yang parahnya, pengusahan bernama Ramlan itu, disebut telah melakukan penebangan besar-besaran dengan memasukkan beberapa alat berat. Penebangan liar itu diduga sama sekali tak ada izin alias ilegal. "Saat kami protes, Ramlan mengaku telah membeli tanah itu pada Ali Arifin. Kami pun heran, kenapa menjual tanah yang masuk dalam kawasan Kampung Sikoran. Kami juga sudah minta para pekerja penebang kayu itu untuk berhenti, tapi, kami diintimidasi oleh Ali Arifin. Bahkan kami diancam mau dibacok kalau mengganggu," ungkap.
Usaha Kepala Kampung Sikoran dan warga tidak berhenti disitu, mereka bahkan mengaku telah mengirim surat kepada sejumlah pihak seperti; Bupati, DPRK Singkil, Polres Singkil, Badan Pertanahan Aceh, Dinas Lingkungan Hidup Aceh, bahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Namun, hingga kini pihak tersebut belum merespon sama sekali. Karena merasa putus asa, warga pun mengadu ke YARA agar mau membantu melaporkan kepada Polda Aceh.
"Kami minta bantu YARA agar memohon kepada Kapolda Aceh, untuk segera menghentikan dulu penebangan hutan secara besar-besaran disana, karena kalau terjadi banjir bandang, kami yang akan menjadi korban. Kami yang harus menerima dampak dari penebangan itu," imbuhnya.
Sementara Ketua YARA, Safaruddin, mengaku segera mengirim surat kepada Kapolda Aceh dan memohon Kapolda segera turun tangan menghentikan aktifitas ilegal logging tersebut. Namun sebelumnya, YARA mengaku ingin permasalahan itu terlebih dulu diselesaikan oleh Pemkab Aceh Singkil.
"Namun terlebih dulu kita mengharapkan Pemerintah Singkil melakukan dialog dengan warga. Kita minta Pemkab segera memperjelas tapal batas desa. Harus segera mengeluarkan surat batas-batas kampung disana. Jangan diukur dan dipatok saja. Karena kalau tidak, permasalahan seperti ini bisa terulang kapan saja. Setahu kita, hingga saat ini, di Aceh Singkil memang tidak ada surat batas wilayah. Oleh karena itu, untuk menghindari konflik tepal batas, harus segera diselesaikan," harap Safaruddin.