IJN - Sabang | Pemuda Kota Sabang, H Sulaiman SH meminta kepada kepolisian dari Polres Sabang untuk segera mengusut tuntas dugaan tindak pidana perusakan ekosistem terumbu karang di Kawasan Pantai Gapang, Gampong Iboih Kecamatan Sukakarya Kota Sabang.
Perusakan terumbu karang diduga dilakukan oleh PT. Monster Scuba Diving Center pada 30 Oktober 2019, berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh Geuchik (kepala desa) Gampong (desa) Iboih berdasarkan Surat Nomor : 658.1/592/2019, tertanggal 25 Oktober 2019.
"Jika berdasarkan alat bukti permulaan yang ada ditemukan adanya dugaan kuat tindak pidana maka statusnya harus ditingkatkan ke penyidikan, sebaliknya apabila tidak terbukti maka perkaranya tentu harus di SP3 kan, supaya ada kepastian hukum," ujar H Sulaiman.
Sulaimana menjelaskan, jika mengacu pada visi dan misi presiden dan keberlanjutan program kapolri, terdapat 10 program prioritas Kapolri di bidang penegakan hukum diantaranya adalah penguatan gakum yang professional dan berkeadilan serta penguatan pengawasan.
"Artinya, jika persoalan ini terus dibiarkan berlarut tampa adanya proses hukum bagi pelaku, tentu akan bertentangan dan bertolak belakang dengan program prioritas Kapolri tersebut, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi polri yang ada di Kota Sabang akan menurun drastis terkait dengan penegakan hukum lingkungan," jelasnya.
Lebih lanjut, Sulaiman SH yang juga berprofesi sebagai seorang pengacara mengatakan, dalam perspektif hukum, apabila dikaji lebih lanjut baik dengan menggunakan pendekatan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Qanun Kota Sabang, Nomor 5 tahun 2010 tentang Pemerintahan Gampong, secara administrasi geuchik tidak memiliki wewenang untuk memberikan izin pembersihan pantai seluas 50 x 20 M2 kepada PT Monster Scuba Diving Center.
"Baik untuk mempermudah keluar masuk boat di area Pantai Gapang atau kegiatan wisata lainnya, karena kewenangan untuk mengeluarkan izin ada pada Pemerintah Aceh, melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh. Hal ini juga sesuai dengan undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang menyatakan bahwa pengelolaan kawasan pesisir dilakukan oleh pemerintah provinsi," papar Sulaiman.
Kota Sabang sendiri (pulau weh) berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2017 telah ditetapkan sebagai pulau kecil terluar dengan nomor urut 98 dari 111 pulau yang ada di Indonesia, dan menurut Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Tata cara pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya untuk kegiatan pariwisata bagi setiap pelaku usaha serta korporasi, baik secara langsung atau tidak langsung, dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, serta kegiatan lainnya yang apabila secara teknis, ekologis, sosial dan budaya menimbulkan kerusakan lingkungan atau pencemaran lingkungan serta merugikan masyarakat di sekitarnya. Larangan tersebut diatur dalam Pasal 35 Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 Juncto Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014.
Selanjutnya dalam Pasal 73 Ayat (1) huruf a, juga mengatur sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) dan paling banyak 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) terhadap kegiatan yang merusak ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan atau korporasi.
"Karena terdapat dugaan kuat perusakan ekosistem terumbu karang akibat kegiatan yang dilakukan oleh PT. MSDC di pesisir Pantai Gapang untuk kepentingan pendaratan boat dengan menggunakan alat berat berupa escavator serta tanpa mendapatkan izin dari instansi terkait, maka PT. MSDC selaku korporasi yang berbadan hukum haruslah dihadapkan kehadapan hukum untuk dimintai pertanggung jawaban secara pidana.
"Ini penting sebagai bentuk keseriusan penegak hukum dalam menegakkan hukum lingkungan di Kota Sabang, sehingga setiap kegiatan pelaku usaha di bidang kepariwisataan yang berpotensi merusak ekosistem terumbu karang dapat diminimalisir sejak dini di kawasan destinasi tersebut," katanya.
"Disamping itu, instansi terkait juga dipandang perlu memberikan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat dan pelaku usaha secara berkala, untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga hal serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari," harap mantan Ketua IPPEMAS periode 2011-2013 itu.
Penulis : Hidayat. S