IJN - Banda Aceh | Baru-baru ini Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Banda Aceh kembali berencana melanjutkan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Gampong Pande, pasca sebelumnya dihentikan karena ternyata lokasi tersebut ditemukan batu nisan dari makam para bangsawan maupun ulama dimasa kesultanan Aceh Darussalam.
Menanggapi hal itu, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kota Banda Aceh, Tuanku Muhammad, S.Pd.I. M.Ag. menyebutkan bahwa memang pembangunan IPAL di Kota Banda Aceh memiliki manfaat besar bagi masyarakat secara umum terutama terkait sanitasi, namun penempatan lokasi pembangunan IPAL saat ini akan memberikan berbagai dampak buruk.
"Lokasi pembangunan IPAL dapat mengakibatkan rusaknya lansekap peninggalan sejarah di kawasan muara Krueng Aceh, dan bahkan akan bertambah pada hilangnya bukti-bukti permukiman kuno dari zaman Aceh Darussalam,"kata Tuanku Muhammad kepada INDOJAYANEWS.COM. Rabu 26 Agustus 2020.
Hal ini perlu dicatat bahwa kerusakan dan kehilangan pada peninggalan sejarah ialah sesuatu yang tidak akan pernah dapat digantikan, dan mengakibatkan kawasan gampong-gampong yang memiliki potensi kesejarahan dan alam sebagaimana telah diuraikan diatas, sebagai kawasan kumuh dan lingkungan pinggiran (kampong belakang) dari Kota Banda Aceh.
Ia menjelaskan, hal ini akan memberi kesan buruk bagi Krueng Aceh dan kawasan muaranya yang memiliki nilai sejarah yang penting dan sumber kebanggaan masyarakat Aceh.
"Lokasi IPAL juga ikut merusak lingkungan muara sungai dan pantai yang diharamkan dalam Syari'at Islam, sekaligus memberikan contoh buruk dalam memperlakukan lingkungan, sungai, dan pantai bagi masyarakat, terutama generasi masa muda,"Jelas Tuanku Muhammad Politisi PKS itu.
Disisi lain, Tuanku Muhammad juga mengungkapkan, lokasi IPAL akan berdampak pada hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan kawasan tersebut sebagai salah satu destinasi pariwisata edukasi sejarah yang penting di Kota Banda Aceh.
Tuanku Muhammad juga merupakan keturunan para Sultan Aceh Darussalam menegaskan bahwa pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Gampong Pande ialah sebuah kebijakan yang ahistoris serta berseberangan dengan nilai-nilai yang dianjurkan dalam Syari'at Islam.
"Tidak mengindahkan hal-hal yang memiliki nilai penting dalam sejarah dan budaya masyarakat Aceh, mengabaikan nilai-nilai keindahan serta tradisi "meusaneut" dan "beu-muslihat" dalam etika kehidupan masyarakat Aceh yang Islami,"tegas Tuanku.
Tuanku meminta Pemko Banda Aceh untuk tidak melanjutkan proyek pembangunan IPAL atau dapat mencari lokasi baru untuk memindahkan dan merelokasi IPAL ke tempat lain dengan terlebih dahulu melakukan kajian-kajian yang saksama dalam berbagai aspek yang perlu diperhitungkan sehingga hal ini tidak terulang lagi dimasa mendatang.
"Normalisasikan lokasi tersebut pada keadaan semula dengan merancang penataan ulang wilayah Kecamatan Kutaraja, dan Desa-Desa dikawasan pesisir yang memiliki peninggalan sejarah Aceh Darussalam, hal ini demi peningkatan kesejahteraan masyarakat dikawasan tersebut, guna menjadikan kawasan itu sebagai pusat kawasan pengembangan ilmu pengetahuan sejarah serta menjadikan destinasi wisata sejarah Aceh Darussalam dan dilengkapi dengan berbagai sarana yang dibutuhkan,"pintanya Tuanku Muhammad
Tuanku berharap kelak tempat tersebut akan menjadi salah satu kawasan perlindungan warisan sejarah umat manusia oleh lembaga internasional.
"Harusnya kita menjadi generasi yang bercontoh kepada bangsa Turki yang mencari hingga jauh dan menjaga kuburan para indatunya seperti di Gampong Bitay, bahkan Belanda sendiri sangat menjaga kuburan bangsanya seperti di komplek pemakaman kerkhoff peutcut belakang Museum Tsunami. Tapi kenapa kita malah ingin menghancurkan kuburan Indatu sendiri dengan menjadikan komplek pembuangan sampah dan limbah,"Demikian Tutup Tuanku Muhammad.
Penulis: Hendria Irawan