IJN - Nagan Raya | Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) terbuka terhadap penegakan hukum sejumlah orang yang diduga melakukan praktik Illegal Mining di Gampong Tuwi Bunta, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya.
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra, mengatakan, berdasarkan informasi diperoleh dari media, Ditreskrimsus Polda Aceh menghentikan aktivitas penambangan ilegal di Gampong Tuwi Bunta, Kecamatan Beutong, Nagan Raya, Minggu, 29 Oktober 2023.
Kemudian, Polisi juga turut diamankan satu unit excavator di lokasi tambang dan juga memeriksa tiga saksi, yaitu operator alat berat atas nama HD (21 tahun) dan pekerja asbuk atas nama JM (28 Tahun) dan SB (35 Tahun).
Baca juga : Polisi Amankan Satu Unit Ekskavator di Lokasi Tambang Ilegal Beutong
"Atas hal ini, tentunya kami meminta agar APH tak tebang pilih dalam upaya penegakan hukum terkait penambangan emas tanpa izin, dan APH harus menyampaikan kebenaran informasi atas penangkapan itu secara terang benderang ke publik," kata Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syahputra kepada IndoJayaNews.com. Senin 30 Oktober 2023.
Dirinya juga mengaku, sangat mendukung upaya penegakan hukum terkait maraknya aktifitas tambang emas illegal.
"Dan tercatat lokasi penambangan emas ini sangat marak, baik di Nagan Raya dan Aceh Barat. Namun yang menjadi sorotan kami adalah perihal penangkapan, kami menduga jarang sekali tersentuh para pemilik modal (aktor utama) yang diduga menjadi pemback-up kegiatan tersebut," ungkapnya.
Baca juga : Akibat Tambang Ilegal, Persawahan Warga Rusak di Blang Lango Seunagan Timur
Menurutnya, tak hanya operator alat berat, pekerja asbuk yang disasar, seharusnya, para pemilik modal menjadi target utama. Hal ini, kata Edy, tentu menjadi PR bagi APH untuk dapat mengungkap ke publik.
"GeRAK Aceh Barat dalam hal penegakan hukum mendukung penuh dan kemudian dapat dilakukan secara tuntas dan tanpa pandang bulu. Sikap kita, mendesak aparat penegak hukum untuk mempublikasikan hasil penangkapan kepada publik secara terbuka, dan kemudian dapat mengetahui proses penegakan hukum yang berkeadilan, hal ini bertujuan untuk mengetahui siapa yang menyokong atau memback-up mereka yang seperti bekerja secara bebas dalam konteks tambang emas illegal tersebut," tegasnya.
Selain itu, Dirinya juga mendesak agar alat berat jenis excavator dilelang oleh negara dan kemudian anggarannya dipergunakan untuk menutupi bekas galiang tambang yang terbuka megangga.
Baca juga : Tiga Orang Diduga Pelaku tambang ilegal di Aceh Barat Diamankan Polisi
"Mengapa ini perlu dilakukan, karena, atas aktifitas tambang emas illegal, telah memunculkan kerusakan lingkungan yang tak terkendali. Bahkan, atas aktifitas penambangan emas illegal, lubang-lubang tersebut menjadi kawah baru dan membuat aliran sungai-sungai baru yang menurut dugaan kami rentan akan bencana alam atau longsoran yang justru kejadian ini bisa mengakibatkan mereka, penduduk yang berada dekat dengan lokasi penambangan tersebut bisa menjadi korban atas bencana alam,"ucapnya.
Dirinya menjelaskan, penambangan illegal tidak hanya soal penegakan hukum. Namun harus dilihat secara menyeluruh atau komprehensif. "Harus ada upaya masive pemberitahuan atau sosialisasi kepada masyarakat, terutama oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Jadi, menurut hemat kami, proses penangkapan ini tak hanya sekedar tangkap semata. Harus dilihat secara menyeluruh,"jelasnya.
Lanjut Edy Syahputra, penambangan tidak memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Pertambangan yang dimana telah diubah dalam peraturan perundang-undangan Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Minerba dimana ancamannya adalah (5) lima tahun dan denda Rp. 100.000.000.000.
Baca juga : Dirreskrimsus Polda Aceh Pantau Lokasi Tambang Ilegal Lewat Udara
Selain itu, kegiatan eksplorasi pertambangan didasarkan atas izin yang dikeluarkan pemerintah yaitu IUP atau IUPK, maka eksplorasi yang dilakukan tanpa izin tersebut merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman berdasarkan Pasal 160 ayat (1) UU Pertambangan dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000.
"Kami kembali menantang pihak penegak hukum untuk membongkar praktek illegal mining ini secara tuntas dan tidak hanya setengah-setengah, tak hanya di Nagan Raya, tapi juga lokasi-lokasi yang diduga memiliki sumber daya mineral (emas), terkhususnya daerah Barat Selatan Aceh," tegasnya lagi.
Tambah Edy Syahputra, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebutkan tentang potensi kerugian negara akibat pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal tembus Rp3,5 triliun sepanjang 2022.
"Ini artinya, seperti halnya Aceh, kami menduga, disektor penambangan emas illegal secara khusus di Nagan Raya dan Aceh Barat telah mengalami kebobolan dalam sektor pendapatan asli daerah dan kemudian daerah mengalami persoalan bencana lingkungan dan belum lagi bila lokasi tambang emas illegal diduga berada dalam hutan lindung,"ucapnya.
Baca juga : GeRAK Aceh Barat Desak APH Terbuka Terkait 7 Warga Asing di Lokasi Tambang
Dia juga mendesak pemerintah untuk segera mengambil sikap dan langkah sebagaimana aturan yang berlaku agar persoalan terhadap tindakan melawan hukum oleh aktifitas tambang ilegal dapat segera berakhir.
"Kami mendesak Eksekutif dan Legislatif agar segera membuat langkah-langkah terobosan atas persoalan tersebut. Ini tentunya patut di dukung oleh semua kalangan, yang tujuannya menghentikan upaya kerugian pendapatan negara di sektor tambang yang kemudian masuk kepada oknum tertentu, kerusakan lingkungan atau bencana ekologis, serta soal kerugian yang ditimbulkan akibat bekas lobang tambang yang terbiarkan terbuka tanpa ada yang bertanggungjawab," demikian tutupnya.
Penulis: Redaksi
Editor: Afrizal