IJN - Aceh Timur | Sejumlah organisasi mahasiswa, dan sejumlah serikat buruh di Aceh Timur yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Menggugat melakukan aksi demo di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Timur, Senin 12 Oktober 2020.
Dalam aksinya, massa menolak UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), 5 Oktober 2020 lalu.
Dalam unjuk rasa dikawal ketat oleh aparat keamanan TNI/Polri, dan Satpol PP Aceh Timur, massa bergerak dari lapangan upacara Pemkab Aceh Timur, ke gedung DPRK Aceh Timur dengan berjalan kaki.
Adapun isi petisi yang disampaikan oleh para pendemo sebagai berikut:
1. Pada tanggal 5 Oktober 2020 menjadi hari penuh duka untuk rakyat Indonesia, karena yang kita percayakan sebagai wakil rakyat tapi telah berkhianat dengan mengesahkan RUU “Omnibus Law” Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna menjadi Undang - Undang, itu merupakan sebuah musibah yang sangat besar bagi rakyat Indonesia karena, dengan UU Cipta Kerja tersebut, telah membuka karpet merah untuk para Investor dan mengenyampingkan kepentingan yang sangat krusial bagi Rakyat.
2. Kami menyayangkan sikap DPR-RI yang berselingkuh manja dengan kaum oligarki dan kaum Kapitalis. Kini DPR bukan lagi menjadi Dewan Perwakilan Rakyat, malah berubah menjadi DEWAN PENGHIANAT RAKYAT. Padahal merupakan sebuah lembaga yang menjadi Representasi dari Rakyat yang memiliki fungsi Pengawasan, Legislasi dan Penetapan Anggaran.
3. Kami yang tergabung dalam “Mahasiswa dan Masyarakat Menggugat” menuntut DPRK Aceh Timur untuk mengeluarkan sikap yang jelas terkait UU Cipta Kerja. Karena kami melihat, sejak tanggal 5 sampai 8 Oktober 2020, DPRK belum ada sikap terkait undang –
undang tersebut. Untuk itu, kami datang kemari untuk mengambil alih parlemen “Mahasiswa dan Masyarakat“ dengan mengeluarkan sikap sendiri.
4. Kami kecewa DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera dan berkeadilan.
5. Kami menilai, proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan eksklusif. Seharusnya, proses pembuatannya dilakukan dengan para pekerja untuk menyerap aspirasi yang diatur para pekerja. Dalam hal ini, proses pembentukan uu Cipta Kerja ini melanggar prinsip kedaulatan rakyat, sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asa keterbukaan sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Terlebih, pembentukan dan pengesahannya dilakukan ditengah pandemi Covid-19.
6. Kami merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan reformasi regulasi. Sebab, Pemerintah dan DPR berkilah bahwa UU Cipta Kerja akan pendelegasian pengaturan lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah (PP) yang justru dikhawatirkan akan memakan waktu lama menghambat pelaksanaan kegiatan yang didalam UU Cipta Kerja.
7. Kami merasa miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja, karena UU Cipta Kerja menghapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan disahkan UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanaya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPKTA) Tanpa izin lainnya.
8. UU Cipta Kerja mencerminkan Pemerintahan yang tidak baik. Sebab, dalam pembentukannya saja sudah tidak terbuka atau menutup akses kepada rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja tersebut, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja tersebut.
9. Kami kecewa UU Cipta Kerja telah menghilangkan poin keberatan (kesempatan) rakyat untuk mengajukan gugatan ke PTUN apabila Perusahaan atau Pejabat Tata usaha Negara menertipkan Izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sangat jelas disini, DPR dan Pemerintah berpihak pada kepentingan korporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mensejahterakan rakyat.
10. Kami Kecewa, DPR dan Pemerintah yang telah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Hal ini termuat dalam Paragraf 12 pendidikan dan kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja.
11. Kami menyerukan kepada komponen gerakan mahasiswa dan rakyat untuk terus menggelorakan perjuangan dengan cara turun kejalan dalam menolak UU-Omnibus Law Cipta Kerja sampai UU ini dibatalkan (dimusnahkan) oleh Presiden Republik Indonesia.
12. Mendesak aparat kepolisian agar tidak bertindak represif dan menahan para massa aksi yang menolak (dengan benar) UU – Omnibus Law serta mendesak agar segera membebaskan aktivis yang sudah ditangkap.
13. Sejarah ada UU Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang disahkan kemudian dicabut dan dibatalkan oleh sidang Paripurna DPR-RI bersama dengan pemerintah secara luas melalui demonstrasi. Untuk itu, kami menyuarakan kepada seluruh rakyat Indonesia terus melakukan perlawanan sampai UU Omnibus Law dibatalkan.
14. Pasal 123 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal 8 dan pasal 10 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pasal ini sangat merugikan warga sipil, karena ketika tanah yang dimiliki oleh rakyat dengan “legal” kemudian ingin dikuasai oleh para investor dan dibayar dengan harga dibawah Standar, maka semua harus tunduk dengan alasan kepentingan umum dan investasi.
Penulis : Mhd Fahmi