06 Nov 2018 | Dilihat: 821 Kali

WCCE di Nusa Dua Bali, ini Laporan Erlan Effendy & Java Jive: Kreativitas Diapresiasi

noeh21
      
IndoJayaNews – Kabar dari Nusa Dua Bali pada dari pembukaan World Confrence on Creative Economy (WCCE) pada Rabu  (6/11/2018), yang dihadiri sekitar 2.000 peserta dari puluhan negara, menurut Erlan Effendy, Ketua BMC (Bandung Music Council) sebagai undangan Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif), berlangsung semarak. Ajang WCCE yang bertemakan Inclusively Creative, akan berlangsung hingga Kamis (9/11/2018). Ini diklaim pemerintah Indonesia sebagai yang pertama di dunia.   

Menurut Erlan, selain musisi Bandung, di sana hadir pula ‘orang Bandung’ dari para pegiat fotografi, komunitas film, BCCF (Bandung Creative City Forum), para penerbit dan akademisi dari beberapa perguruan tinggi.

“Dari ajang ini kita banyak menerima masukan, pun memperluas jaringan dengan para pelaku industri kreatif dari berbagai bidang. Soal musik dan karya lainnya sangat diapresiasi,”papar Erlan melalui sambungan telepon.

Keterangan lain dari rekan Erlan yang hadir dari Bandung di ajang prestisius ini, ada pelaku musik Noey dan Dany Java Jive. Menurut keduanya, pada sesi ‘pertama’ FCE (Friends of Creative Economy), tampil di antaranya akademisi Dr. Tita Larasati, Dosen FSRD ITB, selaku lead speaker.

“Akademisi asal ITB ini mengupas persoalan bagaimana membangun ekosistem ekonomi kreatif dalam dunia usaha. Ini hal yang menarik perhatian bagi para peserta, termasuk kami” papar Noey dan Dany.

Inklusi Ekonomi Kreatif

Pantauan redaksi seperti dilansir oleh banyak mass media, pembahasan tentang inklusi ekonomi kreatif, menjadi sorotan utama pada ajang WCCE ini.

Wakil Ketua Badan Ekonomi Kreatif, Ricky Joseph Pesik berharap dari Bali ini akan semakin hidup dan berbobot, ini mengingat kandungan pertemuan berskala intenasional ini dihadiri  2.000 peserta dari puluhan negara.

Ricky menekankani sejatinya kekuatan ekonomi kreatif terletak pada inklusivitasnya. "Ia tidak mengenal batas, tidak ada jenis kelamin, tidak ada usia, tidak ada modal atau penghalang pendidikan."

Lebih lanjut menurutnya, kegiatan ekonomi ini bergerak semata-mata karena kreativitas pikiran dan kemampuan manusia untuk menciptakan ide-ide baru. Sejumlah contoh ekonomi kreatif, seperti program televisi, seni visual, arsitektur, penerbitan, seni pertunjukan, permainan, film, dan musik, kini berada di banyak sudut atau belahan dunia.

"Ekonomi kreatif dapat diakses oleh semua. Itulah mengapa tema untuk konferensi tahun ini adalah 'Inklusif Kreatif'," paparnya.

Kontribusi Ekonomi Kreatif

Data geliat ekonomi kreatif tahun 2017, berkontribusi nyaris Rp1.000 triliun bagi produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Ekonomi kreatif juga menjadi sumber pekerjaan bagi 16,4 juta orang di Indonesia.

"Selama krisis ekonomi dan keuangan global 2008, ketika sektor-sektor lain mengalami kontraksi, layanan kreatif mencatat pertumbuhan positif," katanya.

Tantangan Bersama

Sejalan dengan tingginya laju ekonomi kreatif, sejumlah tantangan masih terbentang. Menurutnya, ekonomi kreatif menghadapi beberapa ancaman serius, bila dibiarkan ini akan membahayakan pertumbuhannya. Mulai dari persoalan pembiayaan, pengembangan produk, dan pemasaran.

Faktanya, mayoritas pemain ekonomi kreatif adalah usaha kecil dan menengah (UKM). Harapannya dari ajang WCCE ini, peserta bisa menemukan solusinya.

"Saya percaya kerja sama internasional adalah kunci dalam hal ini. Ini adalah alasan mendasar mengapa Indonesia menjadi tuan rumah konferensi ini," jelas Ricky.

Lebih lanjut menurutnya, ekonomi kreatif menawarkan sarana untuk mengatasi tantangan keamanan sosial,  bahkan hingga di level nasional, regional, pun global. Ekonomi kreatif menyediakan lebih dari sekedar peluang ekonomi.

"Ini dapat berfungsi sebagai jembatan komunikasi, pemahaman, dan kepercayaan antara negara dan budaya di dunia yang terlihat semakin terpecah-pecah," katanya. (Harri Safiari)