IJN - Banda Aceh | Empat orang aparat desa asal Kabupaten Simeulue menjadi Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi alokasi dana desa (ADD) Pulau Siumat, Kecamatan Simeulue Timur, Simeulue tahun anggaran 2016.
Keempat Terdakwa masing-masing berinisial K yang saat itu sebagai Pj Kepala Desa Siumat, R bendara desa, A ketua BPD dan R sebagai TPK Desa Pulau Siumat. Keempat Terdakwa saat ini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh.
Salah satu Tim Kuasa Hukum terdakwa dari Kantor Hukum Rasman Law, meminta mantan bupati Simeulue yang menjabat pada tahun 2016 untuk ikut bertanggung jawab terhadap nasib keempat terdakwa atas kasus dugaan korupsi tersebut.
"Pemerintah kabupaten dalam hal ini Bupati Simeulue masa tugas tahun 2016 harus bertanggung jawab terhadap dugaan kasus korupsi yang menjerat Pj. Kepala Desa Pulau Siumat bersama rekannya (terdakwa)," kata Sulaiman, SH pada media INDOJAYANEWS.COM, Jumat sore (4/10/2019), di Banda Aceh.
Sulaiman menjelaskan, dugaan korupsi yang didakwakan kepada para terdakwa tersebut, diakibatkan karena kelalaian pemerintah Kabupaten Simeulue tahun 2016, dalam melakukan proses pencairan dana desa tahap III sebesar Rp 350,868,332.
Kata Sulaiman, terlihat jelas dari bukti Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang dikeluarkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku kuasa bendahara umum Kabupaten Simeulue pada 15 Desember 2016 sebanyak 3 kali yaitu, berdasarkan SP2D Nomor : 00000/Langsung/LS/2016, SP2D Nomor : 05052/Langsung/LS/2016, dan SP2D Nomor : 69025/Langsung/LS/2016.
Sementara, lanjut Sulaiman, pelaporan dana desa harus menggunakan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang secara otomatis akan ditutup pada 31 Desember 2016.
"Artinya klien kami (terdakwa) dengan kemampuan sumber daya manusia yang terbatas, dipaksa oleh pemerintah setempat untuk menghabiskan dana sebesar Rp 350 juta lebih dalam jangka waktu selama 16 hari, baik digunakan untuk kegiatan pembangunan fisik maupun non fisik, dan pada saat yang sama juga mereka dituntut membuat laporan pertanggung jawaban dana desa secara keseluruhan untuk dimasukkan ke dalam aplikasi Sikeudes," jelasnya.
Lebih lanjut, Sulaiman menjelaskan, akibat dari lambatnya proses pencairan keuangan oleh pihak pemerintah setempat, sehingga di dalam proses pelaporan keuangan ADD tahun anggaran 2016, terjadi simpang siur dengan realisasi di lapangan.
"Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya pembinaan dari tenaga pendamping desa yang ditunjuk untuk melakukan pendampingan di desa tersebut, sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan, padahal mereka digaji oleh pemerintah untuk melakukan pendampingan di Desa Pulau Siumat," ungkapnya.
Kedepan, pihaknya berharap kepada pemerintah setempat termasuk pemerintah kabupaten/kota lainnya dapat melakukan proses pencairan anggaran Dana Desa tepat waktu, sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Supaya pelaksanaan pembangunan di desa tidak terhambat dan masyarakat terutama aparatur pemerintahan desa tidak menjadi korban lagi," tutupnya.
Penulis : Hidayat. S