03 Jul 2018 | Dilihat: 633 Kali

Kriminalisasi Terhadap Pers Akan Ganggu Wajah Demokrasi Indonesia

noeh21
      
IJN | Jakarta - Wakil Ketua Umum Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI) Lasman Siahaan SH, MH meminta agar kriminalisasi terhadap pers (wartawan) secepatnya dihentikan, karena akan mengganggu wajah demokrasi di Indonesia.

"Satu sisi kebebasan pers di Indonesia sudah diakui acungan jempol, tapi kok cukup banyak wartawan yang dikriminalkan gara-gara pemberitaan. Ini sangat paradoks," jelas Lasman dalam bincang-bincangnya lewat handphone. 

Ia mengaku tidak habis pikir, Dewan Pers - lembaga satu-satunya yang mengawasi Kode Etik Jurnalistik, cenderung memilih penyelesaian "konflik pemberitaan" dengan pendekataan di luar Undang - Undang Pers, seperti UTE.

"Kalau itu (UTE, red) digunakan,  tamatlah riwayat kita, kawan," tuturnya sedikit kesal. Padahal aturan main pers sudah ada: menggunakan hak jawab maupun koreksi.

"Nah, media bersangkutan wajib memuatnya. Itulah filter yang win win, sehingga tidak ada yang dirugikan," jelasnya. Dari situ, barulah bila kurang puas, silahkan ajukan perdata maupun pidana.

"Jadi, jangan gunakan pendekatan hukum lain dong. Percuma ada UU Pers yang seharusnya lexs specialis," ujarnya dengan logat khas Bataknya.

Lasman juga berharap agar Dewan Pers menjadikan contoh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang kokoh melindungi para dokter dari tudingan malpraktek.

'Kan jarang dokter yang digugat sebelum ada sikap dari IDI. Seyogianya Dewan Pers juga seperti itu," tambah Lasman yang kabarnya di 2019 siap nyaleg. Dia juga mendukung aksi besok, 4/7 para insan pers menggruduk Dewan Pers untuk menghentikan kriminalisasi pers asalkan tertib dan aman.

Ketua Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), Ozzy S. Sudiro memperkirakan ribuan wartawan  puluhan organisasi profesi   merapatkan barisan dan menyatakan sikap  sejumlah tuntutan kepada pihak Dewan Pers. 

Mereka merasa geram,  karena pergeseran fungsi dari Dewan Pers yang seharusnya bisa menjadi rumah dan melindungi umat pers  sesuai  amanah UU Pokok pers No. 40 Tahun 1999.

“Mereka dibelenggu dengan kebebasan dalam sangkar. Satu diangkat yang satu dipijak dengan politik belah bambu yang selalu diterapkan dalam berbagai kebijakan. Ini harus segera dituntaskan agar tidak berlarut-larut dan menjadi pemicu,” tegas Ozzy Sudiro menyampaikan melalui pernyataannya dihadapan sejumlah awak media di Gedung Dewan Pers Lantai V, Jalan Kebon Sirih Raya No. 32-34, Jakarta pada Selasa (3/7) hari ini.

Ketum KWRI  menilai, sebuah kewajaran jika umat pers saat ini bergejolak. Semua karena adanya mereka merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil dalam menjalankan kedaulatan jurnalistik. 

Menurut Ozzy. fungsi Dewan Pers itu sendiri harus dikembalikan kepada khitohnya agar semua kembali kepada tatanan seperti yang diamanatkan UU dan cita-cita para wartawan para pejuang Pers Reformis terdahulu yang menginginkan kemerdekaan pers yang berdaulat penuh demi untuk kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

Ozzy menilai setiap karya jurnalistik yang disebut berita, sepenuhnya tidak bisa dikriminalisasi. Apalagi ada wartawan sampai meninggal dunia atau diaaniaya karena berita yang ditulisnya. Ini sebuah kejahatan, wajar mereka marah dan geram atasnama solidaritas profesi,” pungkasnya.

Semetara itu Wilson Lalengke Ketua Umum PPWI yang menggerakkan aksi ini membenarkan seribu wartawan akan gluduk Dewan Pers. "Mereka sudah mulai berdatangan dari seluruh tanah air" ujarnya di Posko gerakan, bilangan Cempaka Putih Jakarta Pusat.

Agenda aksi akan dimulai pada jam 9.00 pagi di Dewan Pers dan dilanjutkan ke PN Jakarta Pusat pada pukul 11.00 untuk melakukan aksi mendukung Hakim menerima gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Dewan Pers yang dilayangkan Serikat Pers Republik Indonesia dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (rel TKPI)
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas