IJN - Jakarta | Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, izin produksi pertambangan nikel milik PT GAG Nikel (GN) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah diterbitkan sejak 2017, sebelum ia menjabat sebagai menteri.
Pernyataan itu disampaikan untuk merespons sorotan terhadap kegiatan tambang di kawasan pulau kecil yang dinilai rawan merusak lingkungan.
"IUP produksinya itu 2017 dan beroperasi mulai 2018. Saya juga belum pernah ke [Pulau] GAG. Dan IUP-nya itu sekali lagi, IUP produksinya 2017. Saya masih ketua umum HIPMI Indonesia, belum masuk di kabinet," ujar Bahlil dalam acara bincang media di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Kamis 5 Juni 2025.
Ia menjelaskan, dari lima izin usaha pertambangan (IUP) yang tercatat di Raja Ampat, hanya satu yang saat ini beroperasi, yakni PT GN, yang merupakan anak usaha dari BUMN PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Bahlil menegaskan, operasional perusahaan itu telah melalui proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Lihat juga : Profil Dua Perusahaan Nikel yang Diduga Cemari Raja Ampat
"Jadi teman-teman, IUP di Raja Ampat itu ada beberapa, mungkin ada lima setelah saya mendapat laporan dari dirjen. Nah, yang beroperasi sekarang itu hanya satu, yaitu PT GAG. PT GAG Nikel ini yang punya adalah Antam, BUMN," katanya.
Batubara, telah menghentikan sementara operasional PT GAG nikel.
"[Dihentikan sementara] sampai dengan verifikasi lapangan, kita akan cek," tuturnya.
Lihat juga : Ramai-ramai Bersuara Soroti Aktivitas Tambang di Raja Ampat
Ia menuturkan, keberadaan PT GN di wilayah tersebut berawal dari statusnya sebagai kontrak karya yang telah ada sejak akhir 1990-an, sebelum akhirnya diambil alih oleh negara dan diserahkan kepada Antam.
"Kontrak karya ini dulu siapa? Oleh asing. Kemudian pergi, diambil alih oleh negara. Negara menyerahkan kepada PT Antam. PT Antam itu adalah perusahaannya siapa? PT GAG Nikel," ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengumumkan temuan pelanggaran lingkungan oleh empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, termasuk PT GAG Nikel.
KLH menyatakan, aktivitas tambang di Pulau GAG melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 karena dilakukan di pulau kecil yang seharusnya dilindungi.
KLH juga mencatat pelanggaran serupa oleh tiga perusahaan lainnya, yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), mencakup aktivitas tanpa izin lingkungan, penambangan di luar wilayah izin, serta ketidaksesuaian dengan ketentuan kehutanan.
Lihat juga : Tolak Jadi Ketum PPP, Jokowi: Saya di PSI Aja
Menanggapi temuan tersebut, Plt Presiden Direktur PT GAG Nikel Arya Arditya menyatakan pihaknya memiliki seluruh perizinan yang diperlukan dan telah menjalankan operasional berdasarkan prinsipgood mining practices.
Ia menyebut, lokasi tambang berada di luar kawasan konservasi maupun Geopark UNESCO dan sesuai dengan tata ruang daerah.
"Kami siap menyampaikan segala dokumen pendukung yang diperlukan dalam proses konfirmasi ke pihak Kementerian ESDM," ujar Arya dalam keterangan tertulis.
Sumber :
CNNIndonesia