IJN | Jakarta - Saat ini 85 persen pembudidaya ikan kerapu dari Aceh sampai Tual, yang semuanya UMKM, dinilai telah dibangkrutkan Pemerintah Joko Widodo melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) nomor 32 tahun 2016 yang membatasi akses kapal buyer ikan kerapu hidup dari Hong Kong ke 200 lokasi budidaya ikan kerapu di seluruh Indonesia.
Permen KP membatasi jumlah titik muat hanya boleh 1 titik muat per trip. Kapal buyer hanya boleh muat di 4 titik muat per ijin SIKPI, padahal ada 200 kabupaten penghasil ikan kerapu hidup di seluruh wilayah Indonesia.
KKP selama ini sudah menghabiskan Rp 1 Triliun APBN untuk membeli 15.000 KJA HDPE yang dibagi-bagikan ke 200 kabupaten di Indonesia untuk menumbuhkan usaha budidaya ikan kerapu. Belum lagi Triliunan dana APBN telah dihabiskan pemerintah untuk riset pengembangan teknologi budidaya ikan kerapu sejak tahun 1985.
Menurut Ir. Wajan Sudja, alumni Teknik Kimia ITB tahun 1979. Permen KP ini kontra produktif dan menyebabkan anggaran KKP sebesar Triliunan Rupiah menjadi sia-sia. "Selain itu, permen ini juga melanggar Undang-Undang.Bertentangan dengan: Pasal 11 UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan PP Nomor 20/2010 tentang Angkutan di Perairan yang membolehkan kapal asing muat di lebih dari 1.200 pelabuhan dan terminal khusus," jelas Wajan Sudja.
Selain itu juga dinilai bertentangan dengan konstitusi dan pasal 3 UU Perikanan, yang mengamanatkan kesejahteraan rakyat. Bertentangan juga dengan sila ke 4 Pancasila karena tidak ada musyawarah untuk mufakat. Stakeholder budidaya kerapu disebut tidak di dengar masukannya.
"Usaha rakyat yang membuka lapangan kerja bagi 220.000 kepala keluarga dan menghasilkan US$ 90 juta devisa bagi negara kenapa dibangkrutkan pemerintah Joko Widodo," kata Wajan Sudja.
"Harus saya tegaskan bahwa semua klaim Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan RI) dan Slamet Subiyakto (Dirjen KKP) yang plin plan itu sangat aneh dan mencari-cari pembenaran. ​​​Satu saat KKP cq DirJen Nilanto Perbowo mengklaim ekspor kerapu meningkat hingga 45.000 ton per tahun. Di lain waktu DirJen Slamet Subiyakto mengklaim ekspor kerapu turun karena permintaan dari Cina turun. Bohong itu Nilanto dan Slamet Subiyakto," tegas Ketua ABILINDO (Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia) kepada media ini.
Menurutnya, permintaan kerapu dari Cina tetap tinggi dan ekspor kerapu sudah anjlok dari 6.500 ton di 2014 menjadi tinggal 1.000 ton di tahun 2017 akibat Permen KP no 32 tahun 2016 yang membatasi titik muat.
"Total daya angkut armada ke 13 buah kapal khusus pengangkut ikan hidup berukuran 270 GT sd 500 GT milik buyer dari Hongkong yang berizin dari KKP, hanya sebesar = 13 bh x 10 trip per tahun x 30 ton per trip = 3.900 ton per tahun, sehingga tidak mungkin ada ekspor ikan kerapu 45.000 ton per tahun. Mau diangkut pakai apa? Pakai pesawat? Hanya kurang dari 3% ikan kerapu yang ekonomis untuk dikirim dengan pesawat ke Hong Kong, yaitu hanya untuk ikan kerapu tikus, sunu dan napoleon yang harganya diatas US$ 40/kg," ungkap Wajan.
Lanjut Wajan, biaya kirim ikan dengan pesawat sekitar US$ 7.5/kg, sedangkan dengan kapal hanya 20% nya, US$ 1.5/kg. Ikan kerapu yang murah, seperti jenis macan, cantang dan cantik yang harganya hanya US$ 7 sd 12 tidak ekonomis untuk dikirim dengan pesawat.
"Bohong juga Susi dan Slamet Subiyakto yang di beberapa kesempatan mengatakan kapal buyer itu melanggar azas cabotage di UU Pelayaran. Gila ini pemerintah, masa perdagangan dihambat. Pantas saja pertumbuhan ekonomi mandeg di 5 persen," imbuhnya.
Diduga karena akses dibatasi, kapal buyer tidak bisa datang lagi untuk berbelanja ikan kerapu hidup di 85 persen lokasi budidaya. Akibatnya pembudidaya ikan kerapu bangkrut. "Gila ini pemerintah Joko Widodo, masa usaha rakyat yang memilihnya dimatikan?," keyusnya.
"Seyogyanya pemerintah itu tidak menghambat perdagangan. Seharusnya pemerintah itu mendorong perdagangan agar pertumbuhan ekonomi negara meningkat hingga dua digit. Seharusnya pemerintah membuat aturan yang memudahkan, bukan yang menyulitkan ekspor," pungkasnya.
Sebelumnya dikabarkan, telah terjadi kerusakan terhadap 8 (delapan) unit Keramba Jaring Apung (KJA) Offshore buatan Norwegia di Pantai Keuneukai Sabang Provinsi Aceh, yang diduga rusak akibat hantaman arus laut. Padahal kehadiran KJA tersebut merupakan program baru KKP guna meningkatkan sumber pendapatan dan pengembangan sektor perikanan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dr. Slamet Soebijakto, pun angkat bicara dan membenarkan kerusakan tersebut. Slamet mengaku akan segera memperbaiki delapan KJA yang diduga rusak akibat hantaman arus tersebut.
“KJA Offshore di Sabang masih rusak dan segera diperbaiki. KJA tersebut belum sepenuhnya selesai dirakit. Pada saat terjadi kondisi arus ekstrim belum sepenuhnya selesai dirakit, sehingga wajar kalau pada saat itu KJA belum kuat untuk menahan arus yang ekstrim tersebut,” jelas Dr. Slamet Soebijakto via pesan WhatsApp sekira pukul 23.08 WIB, Senin 21 Mei 2018.