IJN - Jakarta | Ketua Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya, meminta DPR memanggil pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga Bawaslu terkait perbedaan data suara dengan Sirekap. Menurutnya permintaan maaf Ketua KPU, Hasyim Asy'ari saja tidak cukup.
"Pimpinan KPU seharusnya bukan saja meminta maaf kepada publik mengenai hal ini, tapi saya kira kita tuntut supaya pimpinan KPU juga bertanggung jawab. Bertanggung jawab terhadap publik, dan kita punya hak untuk bisa mendapatkan penjelasan yang sangat transparan, sangat jelas dari pimpinan KPU, karena itu tidak bisa tidak, harus dilakukan, itu hak kita untuk mendapatkan informasi dan kejelasan itu," kata Todung saat jumpa pers di Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 16 Febuari 2024.
"Kalau memang kita ingin melakukan investigasi, saya kira DPR bisa melakukan tindaklanjut mengenai hal ini. Memanggil pimpinan KPU, memanggil pimpinan Bawaslu, dan kalau perlu dibentuk semacam tim investigasi independen untuk itu, kenapa tidak?" lanjutnya.
Menurutnya pemilu merupakan perjalanan demokrasi yang menentukan nasib bangsa ke depan. Dia mengatakan KPU tidak bisa melepas tanggung jawab begitu saja sebab dikhawatirkan akan terjadi kesalahan berulang di pemilu berikutnya.
"Ini pemilu yang menjadi taruhan kita sebagai bangsa. Pemilu yang menentukan perjalanan kita sebagai bangsa selama dua periode di pimpinan Presiden Jokowi. Buat saya, DPR punya kewajiban untuk bisa melakukan itu. Tidak bisa KPU melepaskan tanggung jawabnya. Karena kalau ini kita dihadapkan pada impunitas, ini akan terjadi lagi di pemilu-pemilu yang akan datang. Ini yang kita tidak mau," ucapnya.
Todung menyampaikan jangan sampai generasi penerus dihadapkan pada pemilu yang tidak profesional. Menurutnya, Presiden dan juga DPR punya kewajiban melakukan Investigasi dugaan kecurangan pemilu.
"Saya mungkin pada pemilu yang akan datang, sudah tingggal memilih atau tidak memilih kalau caranya seperti ini. Tapi menurut saya, tidak boleh anak-anak kita, cucu-cucu kita dihadapkan pada KPU atau penyelenggara pemilu yang tidak profesional dan tidak kompeten semacam ini. Jadi DPR punya kewajiban, dan sebetulnya presiden juga punya kewajiban untuk melakukan investigasi," imbuhnya.
KPU sebelumnya buka suara terkait viralnya perbedaan data antara di formulir C hasil perolehan suara dan Sirekap. KPU mengakui sistem konversi untuk membaca data terdapat kesalahan.
Sirekap yang diduga di-mark-up itu viral di media sosial X. Dilihat detikcom, Kamis (15/2), terdapat data yang berbeda antara hasil perolehan suara di TPS dan hasil di Sirekap.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan formulir C hasil plano yang diunggah tersebut secara otomatis dikonversi. Hasyim pun menyebut dalam proses konversi itulah terjadi kesalahan.
"Kami di KPU pusat melalui sistem yang ada, itu termonitor mana saja antara unggahan formulir C hasilnya dengan konversinya salah, itu termonitor," kata Hasyim dalam konferensi pers di kantor KPU, Jakarta Pusat.
Hasyim menuturkan pihaknya juga telah memonitor jika terdapat kesalahan hitung. Hasyim mengatakan pihaknya akan segera melakukan koreksi terkait kesalahan konversi tersebut.
"Oleh karena itu, kami sebenarnya mengetahui dan tentu saja untuk yang penghitungan atau konversi dari yang formulir ke angka-angka penghitungan akan kami koreksi sesegera mungkin," jelasnya
Meski begitu, Hasyim menyampaikan Sirekap akan mengetahui jika memang terdapat kesalahan konversi. Dia menyebut total ada 2.325 TPS yang mengalami salah konversi.
"Di dalam sistem Sirekap, yang ditemukan itu 2.325 TPS yang ditemukan antara konversi hasil penghitungan suaranya dengan formulir yang diunggah itu berbeda," jelas dia.
Namun Hasyim mengaku bersyukur Sirekap dapat bekerja sesuai, sehingga publik pun dapat memonitor jika terdapat kesalahan-kesalahan. Hasyim menegaskan KPU tetap akan menggunakan Sirekap.
"Patut kita syukuri ada Sirekap yang bisa mengunggah itu dan kemudian hasil penghitungan di TPS bisa diketahui publik. Jadi nggak ada yang sembunyi-sembunyi, nggak ada yang diam-diam, tapi semuanya kita publikasikan apa adanya," jelasnya.
Sumber :
Detik.com