IJN | Jakarta - Kejadian di wilayah hukum Polres Aceh Tamiang menyita perhatian publik. Salah satu warga meninggal usai ditangkap oleh Polsek Bendahara dengan kondisi tubuh lembab.
Kematian tersebut menyulut emosi keluarga dan masyarakat hingga membakar Mapolsek Bendahara dan hanya menyisakan tiang bendera.
Terhadap kejadian tersebut, Pimpinan Komite I DPD RI yang juga Senator Asal Aceh, H. Fachrul Razi, MIP kepada media, Rabu 24 Oktober 2018, menyatakan sangat prihatin dan kecewa dengan tindakan pihak aparat dengan indikasi penyiksaan di tahanan Mapolsek Bendahara.
Baca Juga :
Mapolsek Bendahara Dibakar Massa
"Kita akan kawal kasus ini karena merusak citra positif Polri di Aceh, dan Kondisi korban sangat memprihatinkan dan ini merupakan kejahatan besar dan berindikasi pelanggaran HAM," ungkap Senator Aceh yang terkenal sangat vokal ini
“Kita berkomitmen untuk mendukung terbentuknya Polri di Aceh sebagai Polri yang kuat, handal, dan profesional supaya tugas Polri untuk menjaga stabilitas kamtibmas, menegakkan hukum, serta sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dapat dilaksanakan secara optimal, tapi tindakan ini mencoreng institusi Polri,” kesal Fachrul Razi.
Baca Juga :
Terkait Insiden Pembakaran, Polda Aceh Copot Kapolsek Bendahara
Fachrul Razi mengatakan bahwa perlindungan hukum terhadap tahanan adalah mutlak dan dilindungi Undang-undang. Hak orang yang ditahan dan bagaimana seharusnya polisi memperlakukan tersangka dapat kita temui dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009.
Menurut Fachrul Razi, saat kepolisian melakukan wewenangnya dalam melakukan penahanan, kepolisian harus melindungi hak-hak tahanan. Salah satu perlindungan hukum terhadap tahanan terdapat dalam Pasal 10 huruf f Perkapolri 8/2009 yang berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct) menjamin perlindungan sepenuhnya terhadap kesehatan orang-orang yang berada dalam tahanannya, lebih khusus lagi, harus segera mengambil langkah untuk memberikan pelayanan medis bilamana diperlukan.
Selain itu, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf b dan c Perkapolri 8/2009, setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan.
Apresiasi Kapolda Aceh Tindakan cepat Kapolda untuk mencopot Kapolsek, lanjut Fachrul Razi, patut diberikan apresiasi dan sudah sangat tepat. Polri melalui Polda Aceh harus usut tuntas masalah kematian warga Desa Tanjung Keramat bernama Mahyarudin.
Baca Juga :
Ketua FPII Aceh : Komnas HAM Usut Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Tamiang
"Saya sebagai anggota DPD RI yang membidangi masalah hukum akan melakukan koordinasi dengan Mabes Polri berkaitan dengan kasus ini dan kami akan kawal kasus ini sampai pihak keluarga mendapat keadilan," tegasnya.
"Polri harus memproses secara hukum siapa pun yang terlibat atas meninggalnya korban, dan membuka ke publik sanksi hukuman apa yang dijatuhkan. Citra polisi sangat baik di Aceh, jangan gara gara peristiwa ini akan berdampak turun kembali kepercayaan publik," tutupnya.
Sebagaimana diketahui, Keluarga korban bersama ratusan warga mendatangi dan membakar Kantor Polisi Sektor (Polsek) Kecamatan Bendahara dan membakarnya hingga nyaris rata dengan tanah.
Kejadian itu berawal dari meninggalnya salah satu warga Desa Tanjung Keramat, Mahyarudin didalam tahanan Polsek Bendahara secara tidak wajar dengan sejumlah luka lebam dihampir sekujur tubuhnya, mulai dari wajah, perut, hingga kaki.
Keluarga dan masyarakat menuntut pihak kepolisian agar memecat Kapolsek dan anggotanya serta di proses secara hukum dengan seadil-adilnya.