Pengamat Politik Bicara Posisi Aceh dalam Wacana Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024
Pengamat Politik dan Keamanan Aceh, Aryos Nivada. Foto: Zonadamai.com
IJN - Banda Aceh | Pemerintah mewacanakan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak seluruh Indonesia pada tahun 2024 mendatang, termasuk untuk Aceh yang seharusnya akan melaksanakan Pilkada pada 2022.
Namun wacana tersebut menuai penolakan dari sejumlah pihak berkepentingan di Aceh, seperti Partai Aceh (PA) dan Partai Nasional Aceh (PNA), yang secara terang-terangan dan tegas menolak wacana tersebut, apalagi Aceh juga ada Undang-Undang Khusus tentang Pemerintahan Aceh.
Sementara itu, Pengamat Politik dan Keamanan Aceh, Aryos Nivada mengatakan, bahwa secara aturan, Aceh sah melaksanakan Pilkada sendiri pada 2022 mendatang, berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemeritahan Aceh.
Hanya saja, kata Aryos Nivada, saat diwawancara Media INDOJAYANEWS.COM, Selasa malam, 24 Desember 2019, pertimbangannya ketika Aceh melaksanakan Pilkada 2022, maka akan memunculkan kecemburuan daerah lain di Indonesia.
"Ini akan memunculkan gejolak stabilitas politik dan keamanan secara nasional, dan memunculkan kecemburuan provinsi lain. Tentunya pertimbangan itu nantinya yang akan dibaca oleh Pemerintah Pusat sebagai otoritas yang melakukan pelaksanaan proses jalannya Pilkada serentak maupun Pemilu serentak di seluruh Indonesia," kata Aryos Nivada.
Namun yang menjadi kuncinya, menurut Pengamat Politik dan Keamanan Aceh itu, apakah nanti dari komunikasi yang terjalin antara Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat menemukan suatu titik temu atau kesepakatan yang nantinya kesepakatan itu bisa dijadikan sebagai satu upaya untuk memastikan kemana arah pelaksanaan Pilkada di Aceh.
Disamping itu, Aryos Nivada juga memaparkan sebuah konsep yang menurutnya bakal memperbaiki sistem pelaksanaan Pemilu di Indonesia di masa medatang. Aryos berharap, hal itu segera dilakukan pada Pemilu yang akan datang.
"Konsepnya, kalau menurut saya begini, untuk DPRK, DPR Aceh, Bupati/Walikota, itu dilaksanakan serentak. Kemudian paket satu lagi itu, DPD RI, DPR RI, Gubernur dan Pilres satu paket tersendiri. Dibagi begitu supaya untuk memberi beban yang tidak terlalu berat kepada penyelenggara. Karena kalau (pemilu) serentak semuanya, itu bebannya sangat berat," jelasnya.
Aryos juga memberi alasan, kenapa pemilihan gubernur masuk di paket pusat, karena menurutnya gubernur adalah anak buah presiden.
"Harus masuk ke situ. Sehingga Gubernur, DPD, DPR RI, Presiden, itu satu paket. Berarti ada dua paket. Pelaksanaannya bisa dibagi dua atau waktunya (pemilihan) yang diperpanjang, misalkan dua hari atau tiga hari," paparnya.
Jika pelaksanaannya dibagi, lajut Aryos, maka perhitungannya misalnya satu hari untuk satu paket, hari berikutnya untuk paket kedua. "Perhitungannya bisa menggunakan E-Rekap atau E-Counting," tutupnya.
Penulis: Hidayat. S