23 Des 2018 | Dilihat: 539 Kali

Refleksi Politik Kebangsaan Kita : Dua Problem Serius Di Elit Politik dan Sistem Politik Kita

noeh21
      
IJN - Jakarta | Komunitas Mazhab Rawamangun (KMR) yang dikelola oleh para Aktivis 98 yang fokus pada budaya intelektual menggelar Refleksi Akhir Tahun 2018, dengan tajuk Refleksi Politik Kebangsaan Kita. Hadir dalam Refleksi Politik Kebangsaan tersebut sejumlah pentolan aktivis 98 diantaranya Ubedilah Badrun, Hanry Basel, Sarbini, Danar dan lain-lain, Sabtu 22 Desember 2018.

Dalam paparanya Ubedilah Badrun mengemukakan bahwa ada dua hal serius yang penting untuk dievaluasi sebagai refleksi politik kebangsaan saat ini yaitu Problem Elit Politik dan Problem Sistem Politik.

"Di ranah elit politik problem utamanya ada pada performa elit politik yang tidak memiliki rasa kebangsaan karena tidak mengutamakan kepentingan nasional dalam menyelenggarakan negara. Diantara faktanya adalah dari 550 kasus Korupsi di Indonesia tahun 2018 ini terdapat 322 kasus korupsi politik yang menyangkut elit politik nasional dan daerah. Ini adalah salah satu fakta yang menunjuklan elit poolitik saat ini tidak memiliki rasa kebangsaan. Korupsi itu perilaku yang mengabaikan kepentingan nasional," ujar Ubedilah Badrun.

Selanjutnya menurut Ubedilah Badrun problem serius bangsa yang patut dievaluasi adalah fakta tidak efektifnya sistem politik. "Sistem politik kita tidak menggambarkan ideologi kebangsaan kita dan karenanya tidak efektif. Faktanya memang menunjukan hal itu, diantaranya pemerintahan berjalan tidak pernah mencapai tujuan pemerintahanya. Ekonomi stagnan adalah fakta ketidakmampuan sistem politik memproduksi regulasi untuk mendorong percepatan kenaikan angka pertumbuhan ekonomi. Kisaran angka pertumbuhan ekonomi tidak bergeser dari angka kurang lebih 5 %." Ujar akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bidang Sosial Politik ini.

Sementara Sarbini, aktivis  yang pada tahun 1998 menjadi salah satu tokoh penting pendudukan gedung DPR/MPR , mengemukakan bahwa hal yang patut dievaluasi diakhir tahun ini adalah masih kuatnya nuansa permainan politik mendominasi arah politik Indonesia. "Orientasi kebangsaan hilang dikepala elit politik karena elit politik hanya sibuk melakukan permainan politik. Pola saling menyerang secara emosional diantara elit politik adalah fakta yang menunjukan politik hanya diajadikan arena permainan. Mereka tidak serius memperjuangkan kepentingan nasional" ujar Sarbini, aktivis 98 yang fokus di bidang kebijakan publik ini.

Dalam diskusi yang dipandu Roby TW, mantan Ketua BEM UNJ ini berlangsung menarik. Aktivis 98 lainya yang juga mengemukakan pandanganya adalah Danar, aktivis 98 yang bekerja di lembagq internasional mengemukakan betapa birokrasi kita masih buruk dan patut segera dievaluasi secara mendasar. "Birokrasi di daerah itu agak kacau karena sejak praktik pilkada berlangsung, banyak jabatan di daerah diduduki oleh mereka para tim sukses pilkada sehingga tidak jarang mengabaikan keahlian dan tentu mengabaikan profesionalisme. Muatan politisnya terlalu kental, "ujar aktivis 98 dari Universitas Moestopo Beragama ini.

Suherman, aktivis senior Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengemukakan kegelisahanya mencermati kondisi bangsa saat ini. "Perasaan saya campur aduk antara kesal, marah dan bersikap kritis dengan keadaan. Kontestasi politik saat ini merusak rasa kebangsaan kita. Saya sempat terpikir mengapa pemilihan Presiden tidak dicari saja Gubernur yang terbaik, memilih gubernur tinggal pilih bupati yang terbaik, memilih bupati atau wali kota tinggal pilih camat yang terbaik. Ini kegelisahan saya pada keadaan yang makin memburuk secara rasa kebangsaan kita saat ini," ujar aktivis senior yang juga sekjen Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ) ini.

Diskusi yang berlangsung di NEC Cafe Utan Kayu Rawamangun ini berlangsung tiga jam diselingi suasana santai sambil menikmati kopi dan cemilan sehat ala Milenial.(r)
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas