IJN - Banda Aceh | Koordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal, mengatakan Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Plt Gubernur Ir. Nova Iriansyah pada tahun 2020 hanya mengalokasikan Dana JKA senilai 478 miliar dalam APBA 2020.
Anggaran sebesar itu hanya mampu membiayai program JKA sampai akhir bulan Mei. Sehingga sejak Juni hingga Desember 2020 tak ada sumber anggaran untuk pembiayaan JKA. Tahun 2020 awalnya diperkirakan kebutuhan anggaran JKA mencapai Rp1,1 triliun lebih akibat kenaikan tarif asuransi kesehatan.
“Namun belakangan besaran tersebut berkurang menjadi sekitar Rp900 miliar setelah pembatalan Pasal 35 Perpres nomor 75 2019 oleh MA. Pada tanggal 27 mei lalu Plt Gubernur Aceh menandatangani addendum Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan pihak BPJS Kesehatan berhubung kontrak sebelumnya berakhir pada akhir Mei," ujar Syakya dalam rilis yang diterima INDOJAYANEWS.COM, Senin, 28 September 2020 malam.
Dalam addendum PKS tersebut, lanjut Syakya. Plt Nova berkomitmen akan menganggarkan kebutuhan Dana JKA untuk periode Juni-Desember senilai 422 milyar dalam APBA-Perubahan.
"Sebagaimana diketahui hingga kini Pemerintah Aceh tidak melakukan Perubahan APBA, hanya melakukan Perubahan Pergub Penjabaran dalam rangka refocussing. Kadis Kesehatan Aceh dalam suratnya meyakinkan pihak BPJS bahwa anggaran JKA akan tertampung dalam Pergub Perubahan Penjabaran APBA tersebut," terang Syakya.
Namun, faktanya dalam Pergub No. 38 tahun 2020 tentang Perubahan Penjabaran APBA 2020, tidak ada alokasi tambahan Dana JKA untuk kebutuhan Juni-Desember satu rupiah pun.
"Hal ini kemudian juga dikorfimasi sendiri oleh Plt Gubernur dalam suratnya kepada pihak BPJS. Nova beralasan tidak bisa mengalokasikan Dana JKA karena tidak sesuai dengan kebijakan Mendagri. Ini jelas alasan yang sangat mengada-ada. Karena pada saat yang sama Pemerintah Aceh justru mengalokasikan anggaran pengadaan alat peraga senilai Rp 102 milyar dalam refocussing APBA. Anggaran pengadaan alat peraga tersebut disinyalir untuk membayar proyek gagal tahun 2019 pada Dinas Pendidikan Aceh," papar Syakya.
Syakya menambahkan, jika Permendagri terkait refocussing pada 3 sektor (Kesehatan, Sosial dan Ekonomi) dijadikan rujukan, maka alokasi anggaran untuk JKA jauh lebih relevan dalam rangka penanganan Covid-19 daripada pengadaan alat peraga.
Plt Nova menyebutkan akan menyediakan Dana JKA dalam APBA-Perubahan. Jika tidak ada APBA-P, maka ia akan menempuh upaya lain. Pertanyaannya, upaya lain apa yang akan dilakukannya. Harus ada kejelasan, jangan berspekulasi terhadap nasib kesehatan rakyat.
"Ia seakan memposisikan Pemerintah Aceh bagaikan perusahaan milik keluarganya. Bisa sesuka hati, tidak perlu bermusyawarah dengan pihak lain. Sejatinya Plt Nova wajib bermusyawarah dengan DPRA karena Dana JKA terkait erat dengan hajat hidup jutaan rakyat Aceh," imbuhnya.
Namun, apa hendak dikata, demi menghindari pembahasan bersama dengan DPRA, ia lebih memilih meniadakan Perubahan APBA. Mungkin jika dibahas bersama, akan banyak aib eksekutif yang terbongkar seperti anggaran untuk alat peraga.
Akibat kebijakan tersebut, Pemerintah Aceh kini harus berhutang sebesar 55 milyar lebih per-bulan kepada pihak BPJS tanpa jelas sumber dana untuk membayarnya.
"Kita khawatir jika pihak BPJS sampai menghentikan layanan kesehatan gratis bagi 2,1 juta rakyat Aceh pengguna JKA. Jika sampai ini terjadi, maka Plt Nova harus bertanggungjawab dunia akhirat. Selain itu BPJS kemungkinan juga akan menolak pembayaran jasa medis petugas kesehatan jika Pemerintah Aceh tak kunjung membayar premi JKA tersebut," ucapnya.
Hal ini menunjukkan Plt Nova sama sekali tidak komit menunaikan janji kampanye Irwandi-Nova kepada rakyat Aceh pada masa Pilkada 2017 lalu. Ia telah mengkhianati rakyat Aceh.
"Padahal semua orang tau, jargon "Salam JKA" atau "JKA Plus" menghiasi hampir seluruh alat peraga kampanye pasangan Irwandi-Nova ketika itu. JKA menjadi daya pikat utama rakyat Aceh kepada pasangan tersebut. Bahkan Irwandi menempatkan program JKA Plus pada poin pertama dalam Visi Aceh Hebat dan RPJMA 2017-2022," papar Syakya sambil menutup keterangannya. (Fahmi/Hendria).