IJN - Bandung | Gerakan Wadyabala Jokowi (GWJ) Bandung Raya, yang sejak beberapa bulan lalu pada 2018 bergiat pada kegiatan sosial-kemasyarakatan, selama dua hari (20-21) Desember 2018, mendatang, dalam kegiatan tersebut turut dihadir pesantren Salafiyah Assidiqiya.
Keberadaan pesantren yang cukup kondang ini dengan hunian ratusan santri dan ribuan penduduk di Kecamatan Malausma Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, rupanya masih perlu pengetahuan dan aplikasi tentang kesehatan dasar.
GWJ Bandung Raya selama dua hari bersama Tim Kesehatan dibawah koordinator dr Ganesha, melakukan pemeriksaan kesehatan gratis. Lingkupnya, mengadakan cek medis hipertensi dan diabetes. Terdaftar peserta pada pemeriksaan kesehatan ini 174 orang. Rata-rata rentang usianya dari 50 hingga 70 tahun. Hasilnya, cukup mengejutkan, yakni 98 persen menderita hipertensi, dan diabetes.
“Salah satu penyebabnya karena pengaruh pola makan yang kurang sehat. Lainnya karena rata-rata hanya memiliki sanitasi rumah minimal. Hal ini cukup memprihatinkan bagi kita semua,” jelas dr. Nadya Tridinanti salah satu anggota tim dokter yang kala itu didampingi dua paramedik.
Menindaklanjuti kondisi kesehatan dan lingkungan seperti ini, tim dokter akhirnya memfasilitasi pengadaan obat-obatan mandiri. Pengadaan ini tentu berbasis pada potensi setempat, yakni sayuran dan buah-buahan yang ada di sekitar pesantren.
"Hasilnya, penyuluhan soal gizi dan sanitasi yang dijelaskan secara sederhana, dan berbasis potensi daerah setempat diapresiasi dengan baik oleh mereka," kata dr. Ganesha.
Penyuluhan Thalassemia merupakan penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor genetika dan menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merah (hemoglobin) tidak berfungsi secara normal.
Hal esensial lainnya terjunnya GWJ Bandung Raya ke Majalengka, berkesempatan menyampaikan penyuluhan Thalassemia. Salah satu motornya, hadir Prof Dr Ani Maskoen drg. Ia intensif melakukan penyuluhan prihal gejala dan penanggulangan thalassemia. Ini disampaikan bagi 60 santri putra-putri usia pra nikah. Dari kegiatan ini, sempat diketahui bahwa penyuluhan tentang thalasemia, belum pernah dilakukan di lingkungan KUA (Kantor Urusan Agama) setempat.
Materi penyuluhan thalassemia ini secara runtun, menjelasian tentang potensi gen pembawa thalassemia. Anjurannya kala itu, bagi santri yang berniat menikah, kedua pasangan ini harus memeriksakan diri terlebih dahulu ke klinik atau rumah sakit.
“Periksa dahulu, apakah di antara kita punya potensi gen sebagai pembawa thalassemia atau tidak?” papar dr. Nadya sambil menambahkan - "Banyak peserta yang terperangah, hal ini bisa terjadi?"
Beruntung berkat keingintahuan yang tinggi dari para santri, perihal rhalassemia ini sempat dibahas cukup tuntas. "Saya terharu ternyata pengetahuan ini diapresiasi dengan sungguh-sungguh oleh para santri, dan mereka bersedia untuk memberi tahu yang lainnya," pungkas dr. Nadya. (Harri Safiari)