IJN - Bener Meriah | Tim Peneliti Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas FISIP, Universitas Teuku Umar (UTU) melakukan penelitian di Simpang Tiga Rodelong, Bener Meriah.
Penelitian yang berjudul "Agar Petani Kopi Tidak Mati di Lumbung Kopi: Politik Kebijakan dalam Mendobrak Kemiskinan Ekstrem pada Masyarakat Agraris di Bener Meriah”.
Observasi awal yang dilakukan pada Jumat, 16 Agustus 2024 ini melibatkan tiga orang dosen dan dua orang mahasiswa untuk mendukung program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Tim peneliti dipimpin oleh Ikhwan Rahmatika Latif, M.I.P. berupaya mencari tahu mengenai permasalahan yang ingin dipecahkan tentang bagaimana upaya dalam menangani kemiskinan ekstrem, khususnya masyarakat agraris.
Daerah yang kaya akan hasil pertanian tidak sejalan dengan kesejahteraan para petaninya. Berdasarkan statistik tahun 2021 menunjukkan kemiskinan ekstrem bekisar 10,16% yang tergolong tinggi. Hal ini menarik perhatian publik, sehingga perlu dikaji lebih jauh realita dilapangan.
Kopi arabika Gayo yang fenomenal ini menjadi produk unggulan, seharusnya membantu daya beli masyarakat dataran tinggi di wilayah Bener Meriah.
Situasi rumit ini menghantui para pemangku kepentingan dalam mengurai langkah politik kebijakan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah untuk mematahkan pepatah lama, agar ayam tidak mati di lumbung padi.
Adogium tersebut bisa menggambarkan fenomena kemiskinan ekstrem di daerah yang menjadi paradoks yang sering diperbincangkan oleh publik.
Permasalahan ini menjadi pil pahit yang perlu diselesaikan melalui political will yang dilihat secara komprehensif dalam berbagai aspek agar petani tidak mati di lumbung kopi.
Ikhwan Rahmatika Latif selaku ketua tim penelitian mengatakan, kegiatan ini merupakan hibah internal yang diadakan oleh Universitas Teuku Umar tahun 2024 dengan skema asisten ahli.
"Tim ini beranggotakan Dosen & mahasiswa dari Prodi Ilmu Administrasi Negara," katanya.
Dirinya menyebutkan, temuan dari kajian-kajian sebelumnya bahwa untuk memperoleh pendapatan yang memadai bagi para petani harus diiringi dengan pembangunan dan pengelolaan pertanian secara berkelanjutan.
"Maka dari itu, pengembangan tersebut sangat bergantung dari peran pemerintah dan stakeholder terkait untuk menciptakan pertanian berkelanjutan yang berdampak positif bagi masyarakat agraris yang mata pencaharian bergantung pada sektor pertanian, "sebut Ikhwan.
Menurutnya, Investigasi lebih lanjut perlu dilakukan, agar mengetahui upaya dan langkah politik kebijakan pemerintah Kabupaten Bener Meriah untuk mendobrak kemiskinan ekstrem di wilayahnya.
Sementara itu, Ir. Abadi, Kadis Pertanian dan Pangan saat ditemui menyampaikan banyak upaya yang sudah dilakukan oleh Pemkab Bener Meriah dalam tingkatkan daya beli masyarakat petani Kabupaten Bener Meriah yang umumnya mengeluarkan kopi dalam bentuk biji kopi arabika (geen bean) sebagai komoditi unggulan.
Pengembangan nilai tambah pada komoditas kopi Arabika Gayo terus dilakukan, agar dapat menghasilkan produk kopi olahan yang berdaya saing tinggi di pasar domestik maupun internasional.
"Mayoritas pekerjaan masyarakat Bener Meriah adalah petani, dan perkebunan dan pengolahan biji kopi ini dikelola oleh petani lokal," ujar Abadi.
Ia menjelaskan, terdapat lima kampung di Kabupaten Bener Meriah sebagai Desa Devisa Kopi Gayo yang menjadi daerah penghasil utama kopi di Aceh.
Lanjutnya, Kampung yang diresmikan sebagai Desa Devisa Kopi Gayo yaitu Kp. Waq Pondok Sayur, Kp. Kute Lintang, Kp. Panji Mulia I, Kp. Bale Redelong, dan Kp. Sedie. Jadi.
Penamaan desa devisa tersebut telah melalui kajian bersama oleh Kanwil Dirjen Kekayaan Negara Provinsi Aceh, Lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, dan Bank Syariah Indonesia dan mendorong produktivitas kopi Arabika Gayo dari lima kampung tersebut melalui sistem pembinaan terpadu.
Pada kesempatan lain, Tim peneliti UTU melakukan kunjungan ke DPRK Bener Meriah, Guntur Alamsyah selaku Komisi B yang didampingi oleh Tgk. Husnul Ilmi, S.Sy Wakil Ketua I DPRK Bener Meriah.
Dirinya menyampaikan data kemiskinan sebenarnya bagaimana dilapangan walaupun rumahnya beralaskan tanah & sanitasi yang kurang layak, tetapi warga itu memiliki kendaraan dan kebun kopi.
Wakil Ketua I DPRK Bener Meriah menjelaskan, DPRK dari segi politik kebijakan selalu mendukung program eksekutif pemerintahan untuk dianggarkan lebih banyak pada sektor pertanian, karena sebagian besar warga Bener Meriah memang petani dan hampir 70 persen adalah petani kopi.
"Sedangkan, masalah kemiskinan ekstrem ini lebih kepada pendataan yang dilakukan oleh BPS,"katanya.
Wakil Ketua DPRK Bener Meriah mendorong Pj Bupati Bener Meriah untuk melakukan pendataan ulang bersama BPS melihat daya beli masyarakat dengan indikator kemiskinan yang ada.
“Setelah dikonfirmasi, Pasca konflik dan bencana Tsunami Aceh masyarakat mulai dibanjiri dengan bantuan-bantuan pemerintah sehingga kadang masyarakat bawah perlu menjaga etika dengan memperhatikan kemampuan ekonomi keluarga dan syarat administrasi agar tidak masuk dalam data kemiskinan yang di kelola oleh instansi terkait,"ujar Ilmi.
Hari kedua, tim peneliti UTU berusaha kembali mengumpulkan data dengan bertemu dengan stakeholders akademisi, pelaku usaha dan politisi dalam mendorong pemberdayaan petani kopi dan kemudian dianalisis.
Hasil temuan lapangan dikaitkan dengan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan dalam menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem di Bener Meriah.
Permasalahan tersebut perlu ditangani dengan kebijakan strategis yang mampu melibatkan unsur Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah, Kementerian/Lembaga dan masyarakat tani.
“Perjalanan observasi hari kedua, tim peneliti meyakini bahwa perlu adanya pendampingan kepada petani lokal dalam mengembangan produk komiditi unggulan kopi Arabica dari dataran tinggi gayo ini, agar dapat dikelola secara modern dengan memperhatikan pasar konsumen yang sudah ada. Selain itu, perlu pengawasan masyarakat bersama pemerintah agar memastikan keluarga petani kopi dapat sejahtera dalam meningkatkan daya beli dan produktivitas hasil tani perkebunan kopi ini,” demikian tutup Ilham. (Rilis)