31 Jul 2019 | Dilihat: 714 Kali

Terkait Ketentuan Qanun Bendera Sudah Dibatalkan, KPA Nilai Gubernur dan DPRA Lalai

noeh21
Surat pembatalan qanun bendara Aceh
      
IJN - Banda Aceh | Pembatalan dan pencabutan beberapa pasal di dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera Aceh yang disahkan oleh DPRA pada tanggal 15 Mei 2016 melalui keputusan Mendagri nomor 188.34-4791 Tahun 2016 tentang pembatalan beberapa ketentuan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 dikhibatkan oleh kelalaian DPR Aceh dan Gubernur Aceh saat itu.

Hal ini disampaikan oleh koordinator Kaukus Peduli Aceh (KPA ) Muhammad Hasbar Kuba kepada media, Rabu 31 Juli 2019.

Menurut Hasbar, di dalam keputusan Mendagri tersebut secara jelas disebutkan bahwa Gubernur Aceh diminta segera menghentikan pelaksanaan beberapa ketentuan dari Qanun yang dibatalkan dimaksud dan selanjutnya Gubernur bersama DPR Aceh mencabut Qanun yang dibatalkan dimaksud paling lambat 7 (tujuh m) hari sejak diterimanya keputusan menteri ini. 

Bentuk kelalaian Pemerintah Aceh yakni tidak menyampaikan keberatan hingga 14 hari keputusan Mendagri itu diterbitkan padahal keputusan tersebut tentunya telah disampaikan kepada Gubernur Aceh dan DPR Aceh.

"Padahal secara jelas dalam keputusan tersebut juga ditetapkan bahwa jika Gubernur Aceh dan/atau DPR Aceh tidak dapat menerima keputusan ini dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan perundang-undangan, Gubernur Aceh dan/atau DPR Aceh dapat mengajukan keberatan kepada presiden paling lambat 14 hari sejak keputusan menteri ini diterima. Tapi faktanya DPRA dan Gubernur Aceh kala itu seperti ketiduran. Atau jangan-jangan sengaja didiamkan agar publik tak tau," cetus Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Arraniry Ini 

Seharusnya, kata Hasbar, sebelum lewat 14 hari sejak keputusan itu diterbitkan, Gubernur dan DPR Aceh melakukan upaya kongkret namun nyatanya tidak ada. "Ketika Gubernur dan DPRA tidak melakukan gugatan maka beberapa pasal yang dibatalkan tentunya telah dinyatakan sah. Jikapun hari ini kembali dikoarkan oleh DPRA tak ada gunanya kecuali DPRA melakukan langkah hukum sesuai peraturan perundang-undangan,"ujarnya.

KPA juga menilai, adanya indikasi surat ini sengaja didiamkan ketika sampai ke DPRA dan Gubernur Aceh. "Bisa saja saat itu didiamkan, dan ketika momen politik baru diungkit-ungkit lagi, apakah ini bagian intrik politik, kita tidak tau biarlah rakyat yang menilainya," kata Hasbar yang juga Kader HMI Komisariat Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Arraniry.

Hasbar meminta agar Gubernur Aceh dan DPRA segera menyelesaikan persoalan bendera Aceh yang sudah nama colling down tanpa kepastian. "Jangan begitu moment politik muncul isu bendera, setelah itu diam lagi. Ini kan ujung-ujungnya cuma jualan politik doank. Kita berharap harus ada langkah dan solusi kongkret dari pemerintah agar tak terlalu berlama-lama dan tidak dijadikan komoditi politik belaka. Mau tak mau diakui rakyat mulai jenuh jika persoalan ini tanpa solusi, toh 2 tiang yang dibangun di kantor DPRA dan Meuligoe Wali nanggroe, satu nya lagi tak bisa digunakan sampai detik ini," tegasnya.

KPA juga meminta agar polemik bendera bisa segera diselesaikan dan pemerintah baik legislatif maupun ekekutif bisa mulai fokus kepada persoalan pembangunan dan kesejahteraan rakyat. "Selesaikan segera polemik persoalan bendera, agar ke depan pemerintah bisa fokus kepada persoalan pembangunan dan kesejahteraan, rakyat merindukan hal itu," tandasnya. (Ril)
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas