06 Des 2024 | Dilihat: 118 Kali

Wujudkan Aceh Lebih Baik, BEM Fisip USK Gelar Diskusi Nilai Kebhinekaan

noeh21
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Syiah kuala (USK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam tema Membangun Nilai Kebhinekaan Guna Mewujudkan Aceh yang Lebih Baik di Aula Fisipol USK. Foto. Istimewa
      
IJN - Banda Aceh | Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Syiah kuala (USK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam tema "Membangun Nilai Kebhinekaan Guna Mewujudkan Aceh yang Lebih Baik" di Aula Fisipol USK, Kamis 05 Desember 2024.
 
FGD tersebut menghadirkan tiga pemateri terkemuka diantaranya Ketua Forum Pembaruan Kebudayaan, Prof Dr Syahrizal Abbas, Akademisi Fisip USK Firdaus Mirza dan Direktur Koalisi NGO HAM Aceh.
 
Dihadapan seratusan peserta mahasiswa yang hadir, Prof Dr Syahrizal Abbas memaparkan Indonesia dibangun atas dasar landasan kebangsaan,bukan atas dasar suku, tradisi maupun agama.

“Indonesia dibangun atas ikatan kebangsaan yang sama kehendak dan keinginan untuk membangun kebangsaan, keinginan yang sama untuk merdeka dan mewujudkan Indonesia menjadi satu Negara yang diakui oleh Dunia,”papar Syahrizal Abbas.
 
Syahrizal menjelaskan, keragaman suku dan agama serta beraga tradisi terdapat ada dua potensi, bisa mendewasakan Bangsa juga bisa jadi konflik atau bermakna negatif dan positif.

“Keragaaaman itu adalah Sunnatullah, saling menghormati dan menghargai perbedaan sehingga kita mampu membawa Bangsa kearah yang lebih baik, ujar Prof Dr Syahrizal.
 
Pada kesempatan tersebut ia mengajak mahasiswa untuk membangun tradisi saling menghormati dan saling menghargai perbedaan agar bangsa ini bisa tumbuh dewasa sehingga mempu membawa Indonesia kearah lebih baik.
 
Tradisi Lokal Menjadi Sebuah Inovasi
 
Pada Kesempatan yang sama Firdaus Mirza menuturkan, setiap elemenen dalam masyarakat itu mampu menciptakan keseimbangan dengan tradisi dan kearifan lokal yang ada.

“Tradisi lokal menjadi sebuah inovasi bagi kita, sehingga kita punya kewajiban secara moral untuk menjaga dengan kearifan lokal yang ada, ujar Firdaus.
 
Namun dijaman moderen mayoritas kalangan muda lebih mengikuti tren dan tradisi orang lain, baik itu pakaian, prilaku hingga kuliner atau makanan, “kita sekarang lebih ke jajanan Korea-Koreaan dan meninggalkan jajanan atau makanan kita sendiri dan itu merupakan sebuah penurunan minat pemuda karena teknologi," tambah  Firdaus.
 
“Narasi kearifan lokal hukum adat menjadi resolusi konflik atau ruang publik dalam menyelesaikan masalah," tutup Firdaus. (Red)