IJN | Jakarta - Ketua PWO IN dan anggota Sekber Pers Indonesia, Binsar Siagian menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada dalam substansi isi UU Pokok Pers memberi kewenangan kepada Dewan Pers atas UU untuk dapat intervensi dan atau memaksa membubarkan sebuah organisasi Pers, Media Pers bahkan wartawan dengan alasan profesional dan proporsional.
Peraturan Dewan Pers disebut cacat hukum bila sampai membatasi ruang gerak Pers Indonesia sehingga menghilangkan kemerdekaan pers.
Selain itu, Dewan Pers bila diketahui mengintervensi bahkan menghambatan proses Jurnalistik maka Dewan Pers melanggar UU pokok Pers no 40 Tahun 1999 pasal 4.
Dengan pelanggaran pasal 4 tersebut Sekber Pers Indonesia bersama organisasi Pers dapat melakukan tuntutan hukum terhadap Dewan Pers dengan pasal 18 UU Pokok Pers dengan tuntutan pidana dengan penjara dan tuntutan denda 500 juta.
Tuntutan pidana dapat juga diberikan kepada instansi terkait yang melakukan surat edaran dan mempublis di tempat tempat tertentu yang membuat pengkotak -kotakan pers.
"Saya meminta agar selebaran yang menghambat itu dicopot dan dibuat barang bukti untuk tuntutan pidana atas UU Pokok Pers" kata Binsar kepada IJN minggu 8 Juli 2018.
Dewan Pers sebagai lembaga UU Pokok Pers bertindak sebagai regulatory body atau pembuat kebijakan. Jadi Pers tidak boleh sampai mengani kehidupan pers yang teknis.
Kalau Pers ikut menghambat pers berarti Dewan Pers sudah kategori Abuse Of Power dan kelebihan wewenang atas pers.
Dewan Pers cukup menerima pendaftaran Organisasi Pers dan wartawan melalui Medianya. Disaat Org Pers dan sudah melapor media dilakukan pembinaan.
Dewan Pers tidak boleh membatasi dengan menyatakan persyaratan teknis dengan wartawan UKW dan tetek bengek itu.
"Perbuatan Dewan Pers kelebihan wewenang maka Dewan Pers dikategorikan Diktator, rezim dan penghambat Kemerdekaaan Pers dan pelanggar Hak Azasi Manusia, "kata Binsar sang pendemo ini. (***)