09 Des 2019 | Dilihat: 773 Kali

Dugaan Mark Up Ganti Rugi Lahan Gampong Kapa Terstruktur

noeh21
      
IJN-Kota Langsa | Dugaan mark up ganti rugi lahan di Gampong Sungai Lueng (Kapa), Kecamatan Langsa Timur, oleh Pemerintah Kota Langsa pada tahun 2013 lalu mulai mencuap kembali. Tak tangung-tanggung, sejumlah elit disebut-sebut ikut andil dalam memuluskan proses itu secara berjamaah.

Hal tersebut terkuak, setelah Direktur LSM Gadjah Puteh, Sayed Zahirsyah Almahdaly dan Ketua LSM Kibar Aceh, Muslem (Cut lem), menemukan sejumlah fakta-fakta baru terkait proses ganti rugi lahan tersebut. 

"Kita temui ada beberapa fakta baru yang menurut kami bisa menjadi informasi kuat untuk membongkar dugaan mark up ini," ujar Sayed Zahirsyah kepada IJN di Langsa, Minggu, (08/12).

Menurutnya, ganti rugi lahan seluas 15 Hektaroleh Pemko Langsa dilakukan atas Surat Perintah Pembayaran dari Kanwil BPN Aceh, kepada Gubernur Aceh dengan nomor 41/PPT - LGS.I/II.300/XII/2013 tanggal 10 Desember 2013 yang ditandatangani oleh saudara Mursil, SH senilai Rp 7.050.094.000 miliar termasuk Pph 5 %.

"Nilai yang fantastis, 7 Miliar lebih, dan itu sangat berbanding terbalik dengan harga tanah saat ini di Gampong Kapa,"sebut Sayed.

Tanah yang dibeli Pemko langsa itu,  kata Sayed, merupakan tanah milik dua orang. Pertama milik Sofyanto, seluas 129.473 m3 dan kedua milik Yulizar seluas 20.529 m3. 

"Informasi yang kami dapat, pada tahun 2013, Sofyanto membeli tahan itu berkisar 20-25 Juta per hektar dari sejumlah masyarakat. Berselang beberapa bulan, ia menjual ke Pemko Langsa dengan harga 400 sampai 450 juta per hektar, dahsyat, hampir seribu kali lipat nilainya, dan itu dibenarkan Geuchik yang menjabat saat itu," cetus Sayed.

Sayed menduga, ada upaya yang dilakukan Pemko Langsa untuk melakukan tindakan rasuah dengan menggelumbungkan harga beli lahan tersebut dan diduga dilakukan secara terstruktur. 

"Setelah pembelian itu, Pemko Langsa menggenjot pembangunan jalan akses ke daerah tersebut yang disinyalir dikondisikan agar tanah tersebut tampak layak. Padahal, sampai dengan saat ini harga tanah di daerah tersebut juga tidak naik secara signifikan walaupun dibuatkan akses jalan,"tutur Sayed.

Semntara Ketua LSM Kibar Aceh, Muslem atau kerap disapa Cut Lem mengecam sikap penegak hukum yang dinilai tidak objektif dan sepihak tanpa melibatkan elemen lain dalam mengungkap persoalan ini. Lantas, hal ini begitu saja ditangani oleh pihak Kejaksaan Negeri Langsa tanpa pihak manapun yang menyampaikan laporan kepada kejaksaan dan kemudian tidak tau mengapa pihak kejaksaan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan nomor : PRINT -1136/N.1.14/Fd.1/09/2018 yang ditandatangi oleh Kajari Langsa, R. IKA HAIKAL, SH, MH yang tidak diketahui ditujukan kepada pihak manapun.

Dalam SP3 itu, kata Cut Lem, kejaksaan hanya menyampaikan 'Demi Keadilan' bahwa pekerjaan pengadaan tanah untuk pembangunan Gampong nelayan di Gampong Kapa, Kecamatan Langsa Timur  Kota Langsa yang bersumber dari dana OTSUS APBA tahun 2013 dengan nilai wajar karena tidak cukup bukti.

"Tentu saja hal ini dinilai sangat bertentangan dengan fakta di lapangan dan dianggap sangat mencederai hukum. Kembali disampaikan Sayed, bahwa pihaknya dan Kibar Aceh serta beberapa Lsm lainnya akan melaporkan secara resmi ke penegak hukum, bahkan nantinya Gadjah Puteh yang didukung beberapa lembaga lain akan melaporkan ke Jamwas Ri di Jakarta," tutur Sayed. 

Penulis: Redaksi