IJN - Jakarta | Pemuda Peduli Korupsi (PPK), Suhaimi. N, SH mempertanyakan keseriusan Kejaksaan Negeri (kejari) Aceh Barat Dayat (Abdya) mengusut kasus perjalanan dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten Abdya yang diduga fiktif.
Menurut Suhaimi, hingga saat ini Kejari belum berani menetapkan tersangka atas kasus dugaan SPPD fiktif tersebut. Padahal kata dia, Kajari yang baru pernah berjanji akan mengumumkan para tersangka di akhir 2019 lalu.
"Tetapi sampai saat ini masih diam seakan membisu begitu saja, ini patut dipertanyakan keseriusan Kejari yang baru dalam menindak pemberantasan korupsi SPPD fiktif di Abdya," kata Suhaimi pada Media INDOJAYANEWS.COM, Sabtu 25 Januari 2020.
Menurut Suhaimi, kasus dugaan perjalanan dinas fikti DPRK Abdya itu sudah jelas merugikan negara Rp 1 miliar lebih untuk anggaran tahun 2017. "itu muncul setelah adanya hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia pada tahun 2018.," ungkapnya.
"Saat dilakukan pemeriksaan keuangan, BPK menemukan ada kejanggalan terhadap pertanggungjawaban SPPD 24 anggota DPRK Abdya."
Lebih lanjut Suhaimi menjelaskan, kejanggalan yang ditemukan tim BPK itu terutama pada tiket pesawat yang dilampirkan dalam laporan pertanggungjawaban SPPD 24 anggota DPRK Abdya, yang tidak terdaftar di perusahaan penerbangan.
Kemudian, kasus ini baru terangkat ke publik dan ditangani oleh Kejari Abdya sejak Mei 2019. "Namun sampai hari ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, penanganan dan pemeriksaan sudah bejalan hampir tujuh bulan," ujarnya.
Dari 25 anggota dewan, kata Pemuda Peduli Korupsi tersebut, hanya satu orang yang tidak menerima. "Dia memang tidak terima sejak awal, yang lainnya menerima semua," sebutnya.
"Inisiatif pengembalian temuan merupakan itikad baik, namun, perlu ditegaskan pihak Kejari Abdya, hati-hati dalam mengkaji dasar hukum terutama pasal 4 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001."
Suhaimi mengingatkan Kejari Abdya, agar dalam pemberantasan tindak pidana korupsi jangan berasumsi pada itikad baik yang mengembalikan kerugian keuangan negara, sebelum dimulainya penyelidikan dianggap menghapus tindak pidana.
"Artinya bila unsur-unsur melawan hukum terpenuhi, yang bersangkutan (oknum anggota dewan) harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan majalis hakim di pengadilan," demikian tegas Suhaimi.
Editor: Hidayat. S