YARA Tantang Kepala Biro Hukum Laksanakan Qanun Bendera
IJN | Banda Aceh - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin, SH, menantang Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh untuk melaksanakan Qanun Aceh secara konsisten jika memang Pemerintah Aceh ingin menghargai Qanun.
“Ia tantang Kepala Biro Hukum untuk melaksanakan Qanun No 3 tahun 2012 tentang Bendera dan Lambang Aceh, karena Qanun tersebut sudah di sahkan oleh DPRA beberapa tahun lalu, "kata Safaruddin kepada Media Indojayanews.com, Selasa 5 Juni 2018.
Menurut Safaruddin, kalau bicara regulasi harus konsisten jangan ambil yang menguntungkan saja, Ia ajak Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh untuk mengibarkan Bendera Bulan Bintang di lingkungan jajaran Pemerintah Aceh, dan segera di instruksikan kepada seluruh instansi di Aceh agar melaksanakan Qanun tersebut” tantang Safar.
Safar hanya ingin menginggatkan kepada Karo Hukum akan Asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan aturan yang di bawahnya, dan itu juga sudah ditegaskan dalam pasal 7 UU No 12 tahun 2011 tentang Pembenrukan Peraturan Perundang-Undangan tentang hirarki peraturan perundangan, jadi logika yang di pakai itu memang tidak masuk akal, karena Qanun tersebut bertentangan dengan dua UU, kalau kita lihat kondisi hari ini, Menteri Hukum dan HAM saja menolak menandatangani PKPU tentang Larangan Eks Koruptor untuk mencalonkan diri menjadi anggota Legislatif karena PKPU tersebut bertentangan dengan UU, apalagi Qanun yang bertentangan dengan dua UU.
"Satu lagi tentang Asas lex specialis derogate legi generali artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum, untuk Pemilu kan menggunakan UU Pemilu. Kalau kita lihat kondidinya Menteri saja patuh pada UU, karena bila melanggar UU berarti melanggar sumpah/janji jabatan, dan bila itu terjadi maka pejabat tersebut diberhentikan dari jabatannya,"ujarnya.
Ia juga bisa lihat dalam kasus pemberhentian Bupati Garut, Aceng Fikri, karena melanggar UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana dalam pasal 2 di sebut bahwa “tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” sedangkan Aceng Fikri saat itu melakukan pernikahan siri dan menceraikan istri sirinya melalui pesan pendek (SMS) yang tidak sesuai dengan UU Perkawinan, atas dasar itu kemudian DPRD Kabupaten Garut melakukan Rapat Paripurna menyatakan bahwa Bupati melanggar UU, kemudian diteruskan ke Mahkamah Agung untuk mengadili dan memutuskan apakah benar ada pelanggaran sumpah jabatan atau tidak.
Selanjutnya Putusan tersebut dikembalikan kepada DPRD untuk disidangkan kembali, dan diusulakn kepada Gubernur dan Presiden melalui menteri dalam Negeri, dan akhirnya Aceng Fikri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden.
"Hal ini bisa juga berlaku dalam permasalahan penolakan pelantikan KIP oleh Gubernur, oleh karena itu pihaknya YARA tetap mendesak DPRA melakukan proses sebagaimana pernah dilakukan oleh DPRD Garut dalam memberhentikan Bupati,"Pungkas Ketua YARA.