02 Nov 2018 | Dilihat: 1699 Kali

Napi Asal Aceh Diperlakukan Tidak Manusiawi

noeh21
Keluarga Napi mengeluh dan kecewa.
      
IJN - Tabrani, warga Idi Rayeuk, Provinsi Aceh yang menjadi terpidana 8 (delapan) tahun hukuman penjara di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas II B Gunung Sidur, dikabarkan mengalami perlakuan tidak manusiawi oleh petugas.

Padahal, setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun dia tersesat tapi tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat, sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia. Begitu salah satu dari 10 prinsip yang dicetuskan Dr Suharjo Sh.

Namun prinsip pemasyarakatan ini tidak pernah dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Gunung Sindur, Jawa Barat, bahkan perlakuan di Rutan tersebut terhadap tabrani dinilai tidak manusiawi. Hal itu dikisahkan Zuraida, warga Idi, Aceh Timur yang juga istri Tabrani.

Kepada awak media, Zuraida menceritakan keluhannya, setelah ia bersama anaknya juga ditemani istri napi lainnya dari Aceh yang datang ke Rutan Gunung Sindur untuk menjenguk suaminya yang dipenjara 8 tahun karena terlibat kasus narkoba.

Kedatangannya untuk pertama sekali membesuk suaminya, dilakukan karena anaknya yang paling bungsu kerap jatuh sakit dan memanggil nama ayahnya. Sesampainya di Rutan Gunung Sindur, ia bersama anaknya melapor pada petugas piket dan meminta untuk dapat menemui sang suami.

Usai melewati sejumlah pemeriksaan yang ketat, ia bersama anaknya kemudian dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan kaca, ia pun mengaku terkejut melihat kondisi suami melalui kaca tebal yang sengaja dibatasi agar ia tidak dapat bersentuhan langsung dengan suami.

"Saya dan anak saya menangis, minta sama petugas agar bisa diberikan ketemu lansung, anak saya ingin memeluk ayahnya, namun tidak diberikan, cuma bisa bicara dari telepon saja," ungkap zZuraida dengan linangan air mata.

Zuraida mengatakan, kondisi suaminya selama 6 bulan berada di Rutan Gunung Sindur, saat dia temui sangat memprihatinkan dan diperlakukan tidak manusiawi. "Sudah 6 bulan suami saya ditahan disana, dikurung 24 jam selama 6 bulan, tidak pernah lihat matahari, makanan apapun tidak diperbolehkan kami titip untuknya, apalagi kalau saya dengar cerita suami saya rasanya sakit sekali hati saya," ujarnya dibalut kesedihan.

Diceritakan Zuraida berdasarkan keterangan suaminya, bahwa suami Zuraida sama sekali tidak mendapatkan kesempatan berdiri selama  bulan menghuni Rutan tersebut. Tabrani juga ditempatkan seorang diri dalam sebuah sel sempit. "Sudah 6 bulan dikurung terus, siang atau malam dia tidak tahu. Cuma waktu dikasih nasi saja dia bisa lihat orang, itupun cuma tangan saja yang masukkan nasi dari lubang pintu," kisah Zuraida menirukan cerita suaminya.

Ironisnya kata Zuraida, suaminya menceritakan jika saat pertama sekali dibesuk, suaminya ditutup kedua mata oleh petugas saat dibawa ke ruang besuk, demikian juga saat kembali ke ruang sel. "Saat suami saya dibesuk tempo hari oleh keluarga lainnya, kata suami saya matanya ditutup kayak orang mau dieksekusi, sampai ke ruang besuk dibuka, waktu kembali ke sel ditutup lagi," tutur Zuraida.

Zuraida mengaku sangat kecewa dengan perlakuan yang diterima oleh suaminya, di Rutan Gunung Sindur. Dia datang jauh dari Aceh, justru mendapatkan kesedihan dan pukulan menyakitkan mengetahui suaminya diperlakukan tidak manusiawi oleh petugas yang berada di Rutan tersebut. Padahal Rutan menjadi tempat pembinaan bagi narapidana, tapi justru dipelakukan seperti bos teroris paling berpengaruh di dunia.

"Saya kecewa dan sedih sekali, jauh-jauh dari Aceh saya datang sampai jual harta benda karena anak saya sakit terus panggil nama ayahnya, sampai disini mau meluk ayahnya saja tidak bisa, benar-benar tidak ada rasa kemanusiaan di Rutan Gunung Sindur," tuturnya kecewa.

Untuk diketahui, napi atas nama Tabrani, sebelumnya merupakan napi Lapas kelas I Medan. 2 (dua) tahun menjalani masa pidana di Lapas Medan, lalu secara tiba-tiba, Tabrani dipindahkan ke Nusakambangan selama 8 (delapan) bulan lalu, bersama napi high risk dan hukuman seumur hidup lainnya.

Pemindahan napi Tabrani, sempat menjadi perhatian napi lainnya di Lapas Medan, sebab Tabrani dinilai bukan napi yang tergolong high risk. Demikian juga pihak keluarg,a yang mengaku sempat mempertanyakan dasar pemindahan Tabrani ke Nusakambangan, karena dinilai adanya permainan pergantian orang dalam pemindahan tersebut.

Dua bulan menjalani tahanan di Nusakambangan, Tabrani kembali dipindahkan ke Rutan Gunung Sindur, yang dikenal Rutan paling ketat dan tidak manusuawi di Indonesia. Sementara itu Kepala Rutan Klas II B Gunung Sindur, sampai berita ini dilansir belum dapat dihubungi guna konfirmasi dan klarifikasi berita.