IJN | Jakarta - Lintas Komunikasi Alumni Jerman (Linkom Aljer) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Kembali ke UUD '45 yang disahkan 18 Agustus 1945 di restoran Batik Kuring SCBD Sudirman, Jumat 2 November 2018 lalu.
Dengan menghadirkan dua nara sumber Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhi Purdijatno dan Mayor Jenderal (Pur) Prijanto, FGD menilai amanden konsitusi keblablasan tidak sesuai jati diri bangsa yang bewatak gotong royong dan musyawarah mufakat.
"Pasal 33 saja sudah berubah," jelas Tedjo, mantan Menko Polhukam ini. Ia juga menyebut calon presiden warganegara Indonesia asli, dirubah dengan menghilangkan kata asli.
"Jadi, orang asing yang jadi warganegara, bisa jadi presiden," ungkap Tedjo menyebut pasal 6 soal presiden adalah orang Indonesia asli.
Begitupun di pasal 6 ayat 2 yang menyebutkan presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak, kini dipilih secara langsung. "Akibat soal memilih ini terjadi pergesekan di masyarakat," tandas mantan KSAL ini. Bahkan, gara-gara beda pilihan, keluarga pun jadi pecah.
"Ini mengganggu NKRI dan menghilangkan sila ke-IV Pancasila musyawarah mufakat," jelas Tedjo dengan mimik serius
Karena itu, Tedjo berharap pembahasan UUD 1945 jangan dikait-kaitkan dengan makar. "Kami ini tidak punya senjata dan bantuan dari asing," jelas Tedjo berseloroh.
Menurutnya, pembahasan maupun adendumnya harus dilakukan melalui referendum, tidak hanya di anggota parlemen di Senayan. "Sayangnya referendum sudah dicabut,"
Ia mencontohkan dari 37 pasal UUD 1945 yang perlu diadendum soal masa jabatan presiden saja, yaitu di pasal 7 " Kalau dulu seakan tidak ada batas, kan sekarang dua periode. Jadi tidak perlu semua pasal di rubah ujar Tedjo, menyebut watak konsitusi saat ini liberal.
Sekadar gambaran, pasal 33 tentang perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan, diganti dikuasai oleh negara.
Namun, dalam penjelasannya, dikelola negara maupun dikerjasamakan dengan prinsip mayoritas kepemilikan, manajemen dan pengendalian tetap oleh negara.
"Pasal ini yang membuat investasi asing membanjir," tutur Tedjo berharap investasi asing tidak mengkoptasi kepentingan nasional.
Ke depan pembahasan perubahan konsitusi tetap melibatkan masyarakat, pemerintah dan parlemen, dilakukan secara konsitusi, sehingga kesejaheraan masyarakat tetap prioritas.
Tedjo berharap presiden terpilih ke depan dapat mengembalikan "wajah" asli UUD 1945 yang disahkan 18 Agustus 1945 dengan melibatkan rakyat, pemerintah dan parlemen.
"Jadi tidak boleh satu pihak saja, yaitu parlemen," jelas Tedjo, asli wong Magelang, Jawa Tengah ini.(Ferry)