16 Jan 2019 | Dilihat: 850 Kali

PWOI Hadir Menjawab Tantangan Situasi Ancaman Perang Asimetris

noeh21
      
Penulis Waketum PWOI, Rully Rahadian.

IJN - Jakarta | Pada hari Rabu tanggal 9 Januari 2019, DPP PWOI mengadakan rapat pemilihan Ketua Umum dan Sekjen. Rapat yang dihadiri Ketua Dewan Pembina Laksamana TNI Purn Tedjo Edhi Purdijatno, Yopie Hutagalung dan Penasehat Taufiq Rachman SH, SSos. Secara aklamasi akhirnya tepilih Ketua Umum Feri Rusdiono dan Sekjen Helmi Ramdhoni.

Sesuai dengan ranahnya, yaitu mengawasi diseminasi pemberitaan melalui dunia virtual yang menjadi karya wartawan Media Online, PWOI sudah selayaknya menjadi punggawa berita online tanah air yang objektif, berjalan lurus pada relnya, serta menjaga stabilitas dinamika opini publik di masyarakat. 

Seperti kita pahami bersama, eforia masyarakat kita terhadap pesatnya kemajuan Teknologi masa kini telah merubah pola pikir dan gaya hidup. Dunia yang sekarang berada dalam genggaman masing-masing orang telah merubah perilaku yang terkadang tidak terkendali, cenderung beropini sesuka hati tanpa mempertimbangkan rasa dan empati, sedangkan kita hidup dalam lingkungan sosial yang dinamis. 

Entah disadari maupun tidak, kondisi bangsa ini sedang memasuki situasi yang amat rentan, yaitu menghadapi ancaman berupa Perang Asimetris. Secara singkat, Perang Asimetris menurut Dewan Riset Nasional (DRN) adalah suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek astagatra (perpaduan antara trigatra: geografi, demografi, dan sumber daya alam/SDA; dan pancagatra: ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Perang asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih, dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang.

Pemahaman masyarakat mengenai perang asimetris ini seharusnya bisa didiseminasikan di masyarakat, sehingga masyarakat kita benar-benar mengerti perang asimetris dan dampak apa saja yang ditimbulkannya. Yang terpenting setelah paham adalah bagaimana caranya menyikapi segala fenomena yang terjadi, sehingga mampu bersikap dan bertindak secara antisipatif, dan tumbuhnya kesadaran dari dalam diri masing-masing anak bangsa untuk membangun proteksi yang proporsional sebagai sarana pecegahan dan penangkalan berbagai pengaruh yang akan meruntuhkan sistem ketahanan bangsa ini.

Menteri Pertahanan RI Jendral TNI (Purn) Ryamizard Ryaccudu memaknai asymmetric warfare sebagai perang non militer atau dalam bahasa populernya dinamai smart power, atau perang non konvensional merupakan perang murah meriah, tetapi memiliki daya hancur lebih dahsyat daripada bom atom.

“Asymmetric warfare merupakan perang murah meriah tapi kehancurannya lebih dahsyat dari bom atom. Jika Jakarta di bom atom, daerah-daerah lain tidak terkena tetapi bila dihancurkan menggunakan asymmetric warfare maka seperti penghancuran sistem di negara ini, hancur berpuluh-puluh tahun dan menyeluruh,” Demikian pernyataan Menhan RI.

Jika kita kerucutkan lagi, maka persoalan yang akan kita hadapi pada akhirnya akan bermuara pada perubahan ketahanan nasional. 

Dampak yang akan ditimbulkan dari fenomena tersebut adalah terbentuknya Penjajahan Paradigmatis, yang akan menimbulkan benturan sistem nilai, norma, dan Kepentingan Universal yang akan berseteru dengan Kepentingan Nasional, dengan beberapa bentuk seperti; 

1. Semakin maraknya berbagai bentuk rivalitas berdasarkan ambisi kekuasaan tanpa mempertimbangkan skala prioritas pada Kepentingan Nasional.

2. Memanfaatkan kebebasan Pers untuk menjalankan kepentingan aktor negara maupun aktor non negara.

3. Memunculkan kebebasan yang bersifat individualistik yang berpotensi membenturkan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai Nasional negara kita. 

Sudah saatnya kita sebagai warga negara apalagi sebagai insan pers berpikir dan bertindak secara antisipatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berita, khususnya yang didiseminasikan melalui  media online, bak anak panah yang melesat cepat tanpa bisa ditarik kembali ke busurnya. Jika tidak dicermati secara teliti sebelum merentang tali, maka anak panah akan menghunjam ke benak yang dituju dan mengunci opini pribadi menjadi kebenaran yang dianggap hakiki. 

Disinilah peran PWOI dalam membangun pola pikir serta wawasan masyarakat melalui pengawasan terhadap karya jurnalistik yang bisa dipertanggung jawabkan secara moral dan ideal, karena berita yang diserap masyarkat akan membentuk opini, dan opini tersebut akan terproyeksi secara kolektif menjadi sebuah kebenaran yang diyakini. Sementara itu, dalam menghadapi perang asimetris, masyarakat harus meyakini opini publik yang bersifat positif, dan membangun kesadaran berbangsa dan bernegara, serta memiliki nilai-nilai Bela Negara. 
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas