27 Sep 2019 | Dilihat: 683 Kali

Pernyataan Menristekdikti Dianggap Upaya Pembungkaman Mahasiswa

noeh21
Maulidi Alfata, Ketua LMND Komisariat Unimal.
      
IJN - Lhoksemawe | Maulidi Alfata, selaku ketua Komisariat Universitas Malikussaleh, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) merespon negatif terhadap pernyataan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, karena telah mengancam Rektor Universitas yang membiarkan Mahasiswa untuk melakukan unjuk rasa.
 
Pernyataan Menristekdikti itu dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap Mahasiswa dan telah mencedrai Demokrasi
 
"Ini adalah salah satu bentuk Liberalisasi dunia pendidikan di Indonesia, Mahasiswa di didik untuk berfikir dan kemudian bergerak, namun sekarang mereka dibungkam," ucap Alfata, pada Kamis, (26/9/2019).
 
Menurut Alfata, Pemerintah telah melarang Mahasiswa untuk berpendapat dan itu telah mencederai demokrasi, Karena perlu diketahui bahwa berpendapat dimuka umum dilindungi oleh Negara.
 
"Mahasiswa yang melakukan unjuk rasa dianggap bisa merugikan negara, sementara ketika negara yang merugikan masyarakat tidak ada tindakan yang dilakukan untuk meluruskan hal tersebut," pungkasnya.
 
Seperti yang dimuat di sejumlah media Nasional, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta para rektor universitas untuk mengimbau mahasiswanya agar tak menggelar unjuk rasa unjuk rasa, seperti dalam beberapa hari terakhir Mahasiswa menggelar Demonstrasi untuk menolak revisi UU KPK dan RUU KHUP.
 
"Imbauan saya, para rektor tolong mahasiswa diberitahu jangan sampai turun ke jalan. Nanti kami ajak dialog," ujar Nasir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (26/9) dikutip dari Liputan6.com.
 
Nasir menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada rektor yang ikut menggerakkan mahasiswa turun ke jalan. Sementara itu, bagi dosen yang mengizinkan mahasiswa ikut demo akan dikenakan sanksi oleh rektor.
 
"Nanti akan kami lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa dia. Kalau dia mengerahkan sanksinya keras. Sanksi keras ada dua, bisa SP1 dan SP2. Kalau sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya ini bisa tindakan hukum," jelasnya.
 
Penulis : Mhd Fahmi
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas