IJN - Banda Aceh | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Nurzahri ST membongkar asal-usul munculnya pengadaan untuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Perubahan tahun 2019 dengan total hampir 3 miliar.
Menurut Nurzahri, pengadaan untuk Kadin Aceh yang bersumber dari APBA 2019 tersebut sama sekali tidak ada pembahasan sebelumnya antara tim TAPA dan DPR Aceh. Ia menduga anggaran 2,8 miliar tersebut dimasukkan saat evaluasi setelah Pemerintah Aceh bertemu dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Dari anggaran murni 2019 tidak ada, dari anggaran perubahan juga tidak ada. Ketika tiba-tiba heboh di media, saya juga terkejut kok bisa muncul, padahal itu tidak ada usulan baik dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) maupun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)," kata Nurzahri, Kamis 14 November 2019.
Politisi Partai Aceh periode 2014-2019 itu menduga bahwa usulan tersebut dimasukkan atas perintah salah satu tim petinggi TAPA. "Ini (anggaran untuk Kadin Aceh) dipaksakan masuk, padahal secara prosedur sudah pasti salah itu. Karena prose penganggaran, jangankan hibah, yang normal saja itu harus proses musrembang," ujarnya.
Kepada Media INDOJAYA, Nurzahri juga mengaku belum pernah melihat ada proposal dari Kadin yang masuk dalam Musrembang dan tidak pernah dibahas bersama DPRA. "Bisa dikatakan itu anggaran siluman. Informasi saya dapat, anggarannya bukan 2,8 miliar tapi 8,7 miliar, cuma saya dokumennya belum dapat," ungkap Nurzahri.
Sementara yang 2,8 miliar tersebut hanya untuk operasional kantor saja, belum termasuk sejumlah kegiatan yang dititipkan di dinas-dinas, untuk promosi atau untuk membiayai perjalanan dinas pengurus Kadin mendampingi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, misalkan lanjutnya, ketika Nova Iriansyah berangkat ke luar negeri yang ditemani oleh pengurus Kadin Aceh.
"Secara aturan itu salah, melanggar aturan, karena prosesnya salah, karena tidak dibahas. Ada beberapa yang dilanggar seperti Permendagri, PP, sampai Undang-undang yang dilanggar," ucapnya.
Mantan anggota Komisi II DPR Aceh itu juga mengaku mendukung langkah GeRAK Aceh yang melaporkan masalah itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena menurutnya, KPK bisa mencari tahu melalui e-Budgeting Pemerintah Aceh, sehingga diketahui kapan anggaran membeli TV, AC, Kulkas dan yang lainnya untuk Kadin Aceh itu bisa diketahui.
Nurzahri juga menyebut, tidak istilah pinjam pakai APK seperti TV, Kulkas, AC, dan Laptop. Sementara untuk pinjam pakai ada proses dan aturannya.
Baca: Kadin Aceh Gerogoti Uang APBA Hampir 3 Miliar
"Jadi harus dilihat permohonan Kadin ke Pemerintah Aceh itu kapan, mana dokumen permohonannya, bentuk dokumennya apa, jadi kalau misalkan pinjam pakai proyektor, pakai surat, tidak ada istilahnya pengadaan proyektor untuk dipijam, itu tidak pernah dikenal," jelasnya.
Politisi muda ini juga menuturkan, tidak ada istilah pijam pakai alat tulis. Karena waktu dikembalikan statusnya bisa saja sudah habis tintanya. Jika pun ada permintaan pijam pakai, maka bukan dengan sistem pengadaan di ULP, tapi harus melayangkan surat permohonan pijam pakai ke dinas terkait.
"Misalkan ada gedung kosong yang tidak dipakai Pemerintah Aceh, dan dia (Kadin) meminta dalam bentuk surat permohonan dalam rangka pinjam pakai gedung tersebut, itu yang namanya pinjam, dan itu tetap menjadi aset Pemerintah Aceh," pungkasnya.
Penulis: Hidayat. S