IJN - Banda Aceh | Jagad maya di Aceh dihebohkan dengan beredar sebuah Akun media sosial facebook (FB) bernama Teuku Mirza Pirak. Pemilik akun tersebut diduga telah menyebarkan Hasutan dan Mengarah ke Ujaran Kebencian.
Pantauan Media, Selasa (24/3). Dalam salah satu Postingan Akun FB Teuku Mirza Pirak memposting berbagai kalimat-kalimat kebencian terkait merebaknya isue corona, dan kritikan pedas terhadap kebijakan-kebijakan legislatif dan eksekutif Aceh dalam hal ini anjuran ke warga Aceh untuk tidak beraktifitas di luar rumah selama 14 Hari kedepan. Seperti tidak berkeliaran ditempat tempat umum.
Teuku Mirza Pirak juga ikut menyebarkan kebencian perihal umat muslim untuk tidak berpergian ke mesjid disaat virus corona semakin tersebar luas. FB Teuku Mirza Pirak ini terkesan meminta Mesjid di Aceh untuk dikosongkan dan menghina Ulama yang tetap berada di mesjid untuk terus berdoa.
Adapun berikut media mengutip beberapa Postingannya;
"Ustadz Adi krak malem. Ukuran malem, Nye jadeh Pak Prabowo jeut keu Presiden, di Akhirat kelak geunak bimbing Tameeng lam Syurga. Sep bijak geusikapi masalah virus corona. Troek bak sagam² ngeut yg na Meugreb tan Isya ka gok gok dro tawakkal. Han euk ta lieh. Khak. (Ustadz Adi Krak Malem. Ukuran malim, kalau jadi Pak Prabowo jadi Presiden, di akhirat kelak mau di bimbing masuk dalam Syurga. Sangat bijak menyikapi masalah virus Corona. Sampai kepada laki-laki bodoh yang ada Magrib tiada Insya sudah goyang-goyang sendiri tawakal. Tidak sanggup jilat. Khak,".
FB Teuku Mirza Pirak juga melakukan penghinaan dan penyebaran kebencian kepada Habib Rizieq Shihab Ketua FPI Pusat, dengan menulis komentar status: “Reutak Ulama Syik pih ka geu meusu. Beudeh CEURAPE DEUK yg tan jak beut, sikula pih hana, Ka i jak kheun Lempap keu Ulama2 yg peugah na dalil utk tidak Shalat berjamaah karena na wabah. Memang hek ta hadapi SI JAHE MURAKAB. (Retak Ulama Syik tapi sudah bersuara. Bangun Musang Lapar yang tidak pernah ngaji, sekolah juga tidak pernah, sudah mau katain untuk Ulama-Ulama yang mengatakan ada dalil untuk tidak shalat berjamaah karena ada wabah. Memang capek kita menghadapi si jahiliah,".
"Tingkat UAS yang diakui agama yang sangat kuat, bisa jadi penutan muslim
satu NKRI. Diakui keilmuannya oleh mayoritas Ulama Aceh, tidak ngamuk dengan MUI. Ini Tgk Pijay berarti lebih alim dari Uas dong.? Fatwanya serem.." yang larang jumat pemimpin macam iblis,".
Status FB ini terindikasi menghina Ulama dari Pidie Jaya yang meminta Mesjid untuk diramaikan. FB Teuku Mirza Pirak sengaja menyebarkan kebencian terhadap pidato Tgk Syukrullah Pijay yang berjudul Gara-Gara Corona.
#Sebaiknya siapapun Tokoh Aceh, mulai level daerah sampai Nasional. Jika tak paham betul apa itu Virus Corona. Lebih bagus DIAM.
#JANGAN MEMPERMALUKAN ACEH..
Dalam FB nya, Teuku Mirza Pirak juga mengatakan bahwa DPR RI sudah dikuasai oleh PKI.
(Nyesal juga nggak dengar nasehat orang² yg bilang "Indonesia akan dikuasai PKI". Ternyata beneran.)
Masyarakat harus berhati-hati dalam penggunaan bahasa agar tak terkenal jerat pasal-pasal ujaran kebencian. Konsekuensi terkena pasal tersebut bisa berakibat pidana penjara.
Di Indonesia terdapat aturan yang mengatur mengenai larangan ujaran kebencian.
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 156 KUHP yang berbunyi :
(1) Barang siapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian atau meremehkan (minacthing) terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara maksimum empat (4) tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Yang diartikan dengan golongan untuk pasal ini dan pasal berikutnya ialah tiap bagian dari penduduk Indonesia yang berbeda dengan bagian atau beberapa bagian lainya karena suku-bangsa (ras), adat-istiadat, agama, daerah asal, keturunan, kebangsaan (nasionalitas) atau kedudukan menurut hukum tata Negara.
Pasal di atas berkaitan dengan Pasal 154 KUHP, baik karena rumusan tindakannya yang terlarang yang sama tetapi berbeda objek, maupun karena sejarahnya yang tidak “menguntungkan” kehadiran pasal-pasal itu.
Perumusan tindakannya yang terlarang ialah “menyatakan perasaan permusuhan, kebencian dan peremehan”. Objeknya pada Pasal 154 adalah Pemerintah, sedangkan pada Pasal 156 adalah Golongan-rakyat. Pasal 154, 155, 156, 156 a dan 157 KUHP terkenal dengan julukan “pasal-pasal penaburan kebencian” (Haatzaai-artikelen), yang tidak disenangi oleh mereka yang ingin menegakkan keadilan atau setidak-tidaknya oleh mereka yang ingin meluruskan sesuatu yang dipandang menyimpang.
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Pasal 45 ayat (2) yang berbunyi:
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00,- (Satu miliar rupiah).
Kwalifikasi Pasal ini adalah tindakan penyebaran kebencian dengan menggunakan fasilitas internet atau media elektronik lainnya.
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Pasal 16
Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2 atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Bagian yang paling dekat dengan istilah "ujaran kebencian" adalah jika dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain Sekadar catatan, isu ujaran kebencian tak bisa lepas dari isu Hak Asasi Manusia (HAM) yang jadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sesuai dengan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, diperlukan kondisi dimana setiap orang dapat menikmati hak-hak sipil dan politik, dan juga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, tanpa diskriminasi.
PBB pun sepakat untuk menetapkan sebuah kovenan yang disebut dengan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang ditetapkan pada 16 Desember 1966. Pasal 20 ayat (2) kovenan tersebut menyatakan, "Segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum". (Ril)