14 Des 2018 | Dilihat: 1919 Kali

Benarkah Puskesmas di Simeulue Hanya Sebagai Tempat Transit?

noeh21
Gambar Ilustrasi
      
IJN - Simeulue | Kejadian yang menimpa Cici Zahrawani (25) seorang pasien wanita hamil, dari Desa Lauke,Kecamatan Simeulue Tengah, Kabupaten Simeulue, Cici mengalami sesak nafas saat dirujuk menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Simeulue,  yang berjarak sekitar 60 kilometer dari tempanya.

Ternyata, ambulans yang digunakan milik Puskesmas Simeulue Tengah itu diduga tidak memiliki tabug oksigen. Akhir, dalam perjalanan menuju rumah sakit, perempuan muda tadi meninggal dunia.

Peristiwa yang menimpa Cici ternyata bukan yang pertama kali terjadi di pulau yang berada di tengah Samudera Hindia tersebut, pada pertengahan 2018 lalu seorang warga dari Desa Pulau Siumat juga meregang nyawa dikarenakan faktor keterlambatan pertolongan medis.

Ibu malang tersebut disebutkan meninggal dunia kerena tidak mendapat pertolongan medis karena para tenaga medis di puskesmas pembantu itu sedang cuti, tentu ini merupakan preseden buruk pelayanan kesehatan di Simeulue.

Informasi yang dirangkum  dari sejumlah sumber, pada saat Aslina ditangani pihak tim medis RSUD Simeulue, dua dokter Obgyn juga tidak berada ditempat. Saat itu, juga sedang berlebaran.

Dari dua kejadian meninggalnya Ibu Hamil (Bumil) dua warga Simeulue itu tentu menjadi tamparan keras bagi pemangku kebijakan di Kabupaten Simeulue baik pemangku kepentingan pada bidang kesehatan maupun kepada kepala daerah selaku pimpinan tertinggi di Simeulue.

Dari meninggalnya dua bumil tersebut menjadi sebuah cerminan bahwa pelayanan kesehatan di tingkat bawah masih jauh dari perhatian pemerintah daerah.

Jika dilihat lebih dalam, di Simeulue saat ini sudah memiliki Puskesmas yang sudah merata di setiap kecamatan ditambah lagi kehadiran Puskesmas Pembantu (Pustu) yang sudah merata di setiap desa. Tentu dengan kehadiran Puskemas yang sudah merata di setiap kecamatan dan Pustu di setiap desa sudah menjadi solusi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tanpa harus jauh-jauh berobat ke ibukota kabupaten. Namun kondisi di lapangan tidak semua Pustu menyediakan tenaga kesehatan seperti bidan yang menempatinya, kebanyakan Bidan tersebut lebih sering tidak berada di tempat.

Hal tersebut juga tidak jauh berbeda dengan Puskesmas pada tingkat kecamatan, mirisnya Puskesmas beroperasi layaknya seperti kantor dan tidak buka pada malam hari serta pada akhir pekan. Padahal seharusnya Puskesmas harus tetap dibuka kepada masyarakat siang malam dan juga akhir pekan serta tanggal merah.

Faktor selanjutnya yang menjadi kendala di Puskesmas yang berada di tingkat kecamatan yang ada di Simeulue yakni belum tersedianya tenaga kesehatan seperti dokter spesialis, hal inilah yang menjadikan Puskesmas kewalahan dalam menangani setiap masyarakat yang berobat dan harus dirujuk ke RSUD.

Keberadan Puskesmas seharusnya bisa menekan membludaknya pasien di RSUD tingkat kabupaten, akan tetapi hal itu tidak bisa dipungkiri keberadaan Puskesmas hanya menjadi sebagai tempat singgah sesaat kepada pasien yang berobat.

Hal inilah yang menjadi kendala bagi Puskesmas yang memiliki jarah tempuh hingga puluhan kilo dari Ibukota kabupaten, acap kali pasien meregang nyawa di perjalanan karena faktor terlambatnya penanganan medis yang diberikan, seperti yang dialami oleh Cici Zahrawani beberapa waktu lalu.

Tentu kedepannya, Pemerintah Kabupaten Simeulue di bawah komando H. Erli Hasim, SH, S. Ag, M.I.Kom dan Hj. Afridawati harus memberikan tanggapan serius terhadap kejadian meninggalnya bumil. Pemerintah harus mampu mencari jalan agar tenaga medis di setiap Puskemas maupun Pustu harus menjadi perhatian khusus.

Penyediaan tenaga medis dan dokter spesialis harus menjadi prioritas utama kepada sejumlah Puskesmas yang memiliki jarak yang jauh dengan RSUD, agar setiap masyarakat yang berobat tidak serta merta dilimpahkan ke RSUD. (Al Ashab).