20 Apr 2020 | Dilihat: 1177 Kali

90 Mahasiswa Aceh di Sudan dalam Bahaya, Butuh Perhatian Pemerintah Aceh

noeh21
Kota sepi gara gara virus covid-19. IJN
      
IJN - Banda Aceh | Sekitar 90 orang mahasiswa asal Aceh yang sedang menempuh pendidikan di Sudan, mengaku sangat membutuhkan perhatian Pemerintah Aceh. Apalagi, setelah pemerintah negara setempat menerapkan lockdown total untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19.

Ketua Organisasi Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA), Muammar Hanafiah, LC mengatakan, selain menerapkan lockdown, Pemerintah Sudan juga telah menerapkan Jam Malam dan membatasi pergerakan masyarakat selama lockdown, termasuk mahasiswa.

Mahasiswa magister program jurusan hadis pada International University of Africa ini menjelaskan, kampus ini merupakan dominasi terbanyak tempat mahasiswa Aceh belajar saat ini, disamping kampus kampus lainnya di berbagai jenjang pendidikan dari S1, S2 dan S3.

"Di Sudan, setiap hari diberitakan bahwa korban yang terpapar virus covid-19 semakin bertambah, meskipun sejak tanggal 18 Maret 2020 Pemerintah Sudah memberlakukan lockdown bandara dan memberlakukan jam malam untuk pembatasan aktifitas warga," kata Muammar Hanafiah, LC kepada Media INDOJAYANEWS.COM via WhatsApp, Senin 20 April 2020.

Saat ini, kata Muammar, Pemerintah melakukan lockdown total. Warga dilarang keluar rumah sejak Sabtu 18 April 2020. Selama keadaan darurat, Pemerintah menerapkan sanksi bagi yang melanggar dengan nominal denda SDG 5.000 sampai SDG 20.000 atau berkisar Rp 700.000 hingga Rp2.800.000. 

Masalah ini sudah berlangsung sejak terjadinya kudeta terhadap Presiden Omar Bashir yang kemudian dilanjutkan oleh Pemerintahan transisi.

"Suasana politik dan ekonomi di Sudan tidak stabil, sehingga kerap terjadi aksi demonstrasi, bentrok antara loyalis pemerintahan lama dengan transisi serta adanya upaya pembunuhan terhadap perdana menteri dan pejabat pemerintahan transisi," ungkap Muammar.

Akibat situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil, lanjut Ketua KMA Sudan, masuknya wabah covid-19 juga telah menjadikan harga bahan pokok melambung tinggi. Bahkan, para pedagang mengambil celah untuk memainkan harga, sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat.

"Bahan bakar dan gas elpiji juga langka. Kami harus menggunakan arang untuk masak, kondisi yang demikian mengakibatkan kerawanan keamanan, sehingga semakin meningkatnya kasus pencurian dan perampokan terjadi, baik pada masyarakat umum maupun mahasiswa," bebernya.

Sementara Sekretaris Tgk Akmaluddin, S.Hum mengungkapkan, yang lebih parah, saat ini terjadi masalah rasisme terhadap warga asing, ditengah merebaknya covid-19, khususnya untuk warga Asia. Sebab, wabah covid-19 berasal dari Asia yaitu Wuhan, Cina.

"Jika penyebaran virus corona terus bertambah, maka Pemerintah Sudan akan sangat kewalahan dalam menghadapi dan mengatasi pandemi ini, karena keterbatasan tenaga medis dan peralatan kesehatan," ungkap Tgk Akmaluddin.

Semenjak ditetapkan pasien pertama positif pada Maret 2020, Pemerintah Sudan dan pihak Universitas meliburkan seluruh aktifitas kampus, hingga batas waktu yang tidak ditentukan. "Hal ini sangat berdampak pada keberlangsungan proses pendidikan dan keberadaan kami sebagai mahasiswa asing di Sudan."

"Sebelumnya, kami juga sudah mengirimkan surat kepada bapak Plt. Gubernur Aceh dan Bapak Pimpinan DPRA, untuk memohon perhatian dan bantuan akibat dari krisis dan dampak pandemik yang kami rasakan. Harapan kami kepada Pemerintahan Aceh, DPRA dapat menyahutinya dan semoga Allah subhanahu wa ta'ala melindungi kita semua," demikian harap Tgk Akmaluddin.

Penulis : Hendria Irawan
Editor   : Hidayat. S
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas