09 Ags 2020 | Dilihat: 1486 Kali

MoU Bukan Seremonial, Eks GAM Siap Tuntut Pemerintah Pusat

noeh21
mantan kombatan GAM Wilayah Samudera Pase, Misbahuddin Ilyas alias Marcos. Foto ist
      
IJN - Lhokseumawe | Momentum MoU Helsinky, 15 Agustus 2020 diharapkan bukan sekedar seremonial belaka. Karena momentum tersebut merupakan hari bersejarah untuk Aceh dan bangsanya.

"Rakyat Aceh harus bersatu dalam terwujudnya pemerintahan rakyat Aceh sesuai dengan amanat MoU Helsinki," ujar  mantan kombatan GAM Wilayah Samudera Pase, Misbahuddin Ilyas alias Marcos melalui rilis persnya diterima media ini, Sabtu 8 Agustus 2020.

Menurut Marcos, semua rakyat Aceh tahu bahwa kewenangan Indonesia di Aceh hanya enam bagian saja, selebihnya milik Aceh secara penuh. "Maka dari itu semua pihak harus merasa bertanggung jawab terhadap apa yang selama ini tidak berjalan di Aceh sesuai MoU Helsinki tapi pemerintah Indonesia tidak serius dalam perjanjian internasional di Helsinky," ujarnya.

Sebut Marcos lagi, para Kombatan berharap, juru runding harus bersatu dulu agar semua cita-cita bangsa Aceh tercapai. Selain itu, katanya, diplomat Aceh jangan bercerai berai, jika ingin persoalan Aceh terlaksana sesuai isi perjanjian internasional.

"Juga sekali lagi kami himbau pada pemerintah Indonesia untuk betul serius dalam merealisasikan butir perjanjian internasional ini.kalau pemerintah Indonesia juga masih mempersulit masalah isi perjanjian internasional maka kami generasi bangsa Aceh akan melaporkan persoalan ini pada dunia internasional," ungkapnya.

Maka dari itu, kata Marcos, Pemerintah Indonesia harus merasa bertanggung jawab atas pembunuhan umat muslim Aceh dalam beberapa dekade sebelumnya.

"Kami akan menuntut Indonesia ke mahkamah internasional berdasarkan bukti bahwa tidak komit dengan perjanjian internasional," tuntutannya.

Kedua, pihaknya juga akan menuntut Indonesia atas pembunuhan muslim Aceh beberapa dekade sebelumnya ke mahkamah internasional.

"Jika Indonesia tidak komit dengan perjanjian internasional di maka dan berlarut-larut maka kami tidak bertanggung jawab jika kondisi Aceh memburuk dan itu murni kesalahan Indonesia atas ke tidak pastian terhadap perjanjian internasional untuk Aceh," pungkasnya. (MU)
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas