IJN - Banda Aceh | Penetapan zona merah covid-19 di Aceh menuai berbagai prasangka buruk dari kalangan masyarakat. Pasalnya, Gugus Tugas Covid-19 Pemerintah Pusat sebelumnya telah menetapkan Aceh sebagai zona hijau.
Aktivis Referendum Aceh 199, Darnisaf Husnur, menilai penetapan sejumlah kabupaten/kota di Aceh sebagai zona merah merupakan bentuk kepanikan Pemerintah Aceh, yang terkesan bingung menangani masyarakat ditengah hebohnya berita tentang virus asal Cina itu.
"Pemerintah Aceh sepertinya tidak memiliki konsep yang jelas, baik dari segi pengelolaan anggaran maupun dalam sistem birokrasi. Koordinasi antara kepala dinas maupun para kepala daerah tingkat dua seperti tidak ada sama sekali. Buktinya Kadis kesehatan Aceh saja tidak tahu apa indikasi sembilan kabupaten/kota di Aceh masuk zona merah," kata Darnisaf Husnur, Kamis 11 Juni 2020.
Pria yang kerap disapa Bang Saf itu menjelaskan, masyarakat Aceh menjadi bingung dengan "ulah" Plt Gubernur Aceh. Sebab, sebelumnya Gugus Tugas Covid-19 Pemerintah Pusat menetapkan Aceh sebagai wilayah zona hijau, bahkan menjadi contoh bagi daerah lain.
Kemudian, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah malah mengeluarkan Surat Edaran penetapan sembilan kabupaten/kota di Aceh sebagai zona merah.
"Bagaimana bisa antara satu daerah dengan daerah lain tidak terkoneksi, dan secara lansung bisa dibuat zona merah padahal daerah tetangga wilayah zona hijau, seperti antara Aceh Besar dan kota Banda Aceh, kan tidak mungkin masyarakat harus dikarantina 14 hari setelah pulang dari Kota Banda ke Aceh Besar, kan aneh," kata Bang Saf.
Bang Saf juga mengomentari rencana rapid test massal kepada masyarakat Aceh. Menurutnya, rapid test massal terkesan hanya untuk menghabiskan anggaran. Sebab itu, ia memberikan beberapa saran kepada Pemerintah Aceh agar masalah covid-19 tidak menimbulkan masalah yang lebih besar kedepan.
"Tes massal tidak perlu dilakukan atau harus ditiadakan, kecuali bagi orang pendatang dan terindikasi saja," ujarnya.
Selanjutnya, kata Bang Saf, pintu masuk ke Aceh semuanya harus ditutup rapat, baik darat, udara, dan laut kecuali bagi orang yang keperluannya mendesak dan tidak bisa diwakili dengan syarat waktu dia kembali harus dikarantina sebagaimana aturan yang berlaku.
Semua yang masuk ke Aceh baik barang atau orang yang tidak bergerak perdagangan setiap masuk ke Aceh wajib dites Swab di setiap perbatasan atau mereka bisa menunjukkan surat bebas Covid-19 dari pihak yang bertanggung jawab.
"Transparansi dan koordinasi harus diperkuat, agar tidak jalan sendiri-sendiri. Transparansi anggaran wajib ditampilkan dengan manjemen terbuka," katanya.
Menurutnya, Pemerintah Aceh harus segera mentertibkan administrasi, menjalankan protokol covid-19 menyesuaikan dengan kekhususan Aceh, serta mengadakan pertemuan rutin untuk memastikan pemetaan dampak pandemi covid-19 di setiap Kecamatan.
"Sehingga melahirkan sebuah kesimpulan yang tidak membawa kebingungan Rakyat Aceh. Hingga saat ini, saya tidak melihat dukungan Pemerintah Aceh untuk terus melakukan zikir dan do'a tolak bala di seluruh penjuru Aceh," bebernya.
"Kami berharap kepada semua pemimpin yang ada di Aceh, untuk tidak membuat kasus pandemi covid-19 sebagai proyek yang menguntung pihak-pihak tertentu," demikian harap Darnisaf Husnur menutup pernyataannya. (R)