IJN - Kol. Yusep Surajat selaku Dansektor 21 Program Citarum Harum, kembali pada, Rabu 28 Maret 2019 menyambangi salah satu simpul masyarakat yang berkontribusi langsung, maupun tidak langsung terhadap revitalisasi Sungai Citarum. Kala itu ia dan rombongan menyambangi Ponpes Al-Qur’an Al Falah 2 Nagreg di Jl. Raya Nagreg No. 35 Pamucatan Nagreg Kendan Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Dihadapan tuan rumah, pimpinan Ponpes Al-Quran Al Falah 2, KH Cecep Abdullah yang mengapresiasi kehadiran tamunya, Yusep menjelaskan secara runtun misi dan visi revitalisasi Sungai Citarum. Panduannya, mengacu ke Perpres No. 15 Tahun 2018 - tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum:
“Benar seperti kata Pak Kiyai Cecep tadi, kini ada sebagian sungai Citarum sudah bisa dipakai untuk berenang oleh warga, terutama anak-anak. Impian saya, sudah ada yang tercapai. Hanya untuk sampah yang ratusan hingga ribuan ton dari pabrik, dan rumah tangga, masih belum tuntas,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, kembali Yusep mendedarkan sebagaian keberhasilan itu terjadi berkat kerja keras semua pihak. Menurutnya, dalam 30 tahun terakhir Sungai Citarum menjadi septic tank ‘raksasa’ bagi jutaan warga di bantaran Sungai Citarum.
“Target mulai hulu hingga hilir sepanjang 269 Km bantarannya harus ditanami sedikitnya 26 juta pohon selama 7 tahun. Sekarang, sejak Maret 2018 baru 1 juta pohon tertanam. Gunung Wayang di hulu sekitar 1.400 Ha yang kini gundul, harus dihijaukan. Juga 460 ribu Ha sawah di Bekasi sebagai lumbung padi, harus diselamatkan. Belum lagi bendungan (waduk) Cirata, Saguling, Jatiluhur adalah pembangkit listrik bagi pulau Jawa dan Bali. Fungsi wauk lain untuk keramba jaring apung (ikan), harus dibenahi,” kata Yusep dengan menambahkan – “Kami mohon mulai saat ini, kita tangani sampah mulai dari yang terkecil. Ya dari Ponpes in.”
Sungai Terkotor
Yusep, akhirnya tiba pada penjelasan Sungai Citarum ‘pernah’ inobatkan sebagai salah satu sungai terkotor sedunia. Ini terjadi tatkala video dan pemberitaannya menjadi viral pada era 2017-an. Indikasinya, BPJS se-Indonesia melaporkan sekitar Rp. 1,9 T adalah pengeluaran terbesar dipakai oleh warga yang tinggal di sekitar Sungai Citarum. Penyebabnya, di antaramya terkena limbah dari 3.000-an pabrik yang ada, rata-rata IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) dibuat seadanya, tanpa ada penindakan hukum. Belum lagi sampah domestic ratusan ton menggelontor ke Sungai Citarum.
“Sejak Maret (2017) sekitar 60 – 70-an pabrik telah dicor lubang pembuangan limbahnya. Sekarang terus bertahap IPAL ini dibenahi, biasanya kami pasang ikan koi sebagai indikator layak tidaknya limbah itu digelontorkan ke Citarum. Masalah lainnya, soal sampah, tinja, dan sejumlah rumah sakit, dan rumah tangga, perlu kerjasama menanggulanginya,” urai Yusep yang rencananya di Ponpes Al Falah Nagreg akan dipasang incinerator sampah ramah lingkungan.
Tak, lupa rupanya Yusep dengan piawai kepada ratusan santri mengingatkan secara persuasif tentang bagaimana kita bersikap atas sejumlah hoax yang kini beredar:”Jangan sebarkan berita palsu yang menyesatkan. Berkonsentrasilah pada tugas utama kita di Ponpes ini, mengkaji perihal keagamaan.”
Penanganan Sampah
Alhasil kunjungan Yusep ke Ponpes ini yang juga membawa pakar penanganan sampah H Ade: “Semoga upaya ini akan menjadi pilot project, sedkitnya di beberapa titik area sektor 21 .”
Sementara itu menurut Cecep Abdullah, Ponpes yang telah dirintis ayahnya KH. Qori Ahmad Sahid sejak era 1970-an. “Kini kami punya 2.500-an santri berasal dari daerah Nagreg dan Cicalengka. Juga ada formal sejak TK, SD, Tsanawiyah (SMP), Aliyah (SMA), SMK, hingga perguruan tinggi. Kali ini siswa SMK-nya sedang menghadapi UNBK.”
Terkait niatan tamu ke Ponpes Al Falah Al-Quran Nagreg, menurut Cecep Abdullah niatan untuk membantu penanganan sampah melalui incinerator ramah lingkungan di tempatnya, ”Kami sambut baik. Selama ini persoalan ini sering menjadi bahan perbincangan, kalau ada incinerator pasti ini salah satu solusinya. Kami berharap rencana ini segera terwujud,” pungkasnya.
Penulis : Harri Safiari