IJN - Lhokseumawe | Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (UNIMAL), berharap Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis bebas Saiful Mahdi, salah satu dosen FMIPA Unsyiah yang dilaporkan karena mengkritik proses seleksi CPNS dosen di lingkungan Fakultas Teknik Unsyiah.
Untuk diketahui, beberapa bulan lalu telah terjadi sebuah polemik di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang kemudian sampai menyeret salah satu dosen FMIPA Unsyiah atas nama Saiful Mahdi ke ranah hukum.
Saat itu, Saiful Mahdi mengkritik tata cara penerimaan CPNS dosen di lingkup Fakultas Teknik melalui grup WhatsApp Unsyiahkita yang di dalamnya berkumpul para dosen lintas fakultas.
Saiful Mahdi melihat ada yang janggal dan tidak sesuai dengan ilmu statistik yang memang ditekuninya. Saiful Mahdi yang melihat ada sesuatu yang menurutnya tidak beres, lantas menulis;
"Matinyanya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes CPNS kemarin, bukti determinisme teknik itu sangat mudah di korup?"
Gara-gara tulisannya itu, Dekan Fakultas Teknik Unsyiah berang dan memutuskan melapor Saiful Mahdi ke Polresta Banda Aceh atas tuduhan pencemaran nama baik, dan ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang UU ITE.
Menanggapi peristiwa itu, BEM FH UNIMAL menyampaikan, seharusnya para pimpinan birokrasi tidak sensitif terhadap kritikan konstruktif yang bisa memperbaiki lembaga tersebut.
"Seharusnya kampus menjadi tempat yang paling merdeka dalam menyampaikan pendapat dan gagasan, bukan malah sebaliknya. Kasus yang menimpa Pak Saiful Mahdi menjadi salah satu contoh bahwa demokrasi di Indonesia benar-benar telah terdegradasi," kata Ketua BEM FH UNIMAL, Muhammad Fadli, pada Media INDOJAYANEWS.COM Sabtu 21 Desember 2019.
Saat ini, Saiful Mahdi telah menjalani persidangan pertama di PN Banda Aceh dengan dakwaan dianggap melanggar Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang UU ITE.
"Kami meminta majelis hakim yang terhormat, untuk melihat kasus ini secara menyeluruh dan meluas demi menjaga iklim kebebasan dalam dunia akademik. Dengan ini kami berharap kepada majelis Hakim untuk bisa memvonis bebas Pak Saiful Mahdi dengan beberapa alasan," kata Fadli.
Beberapa alasan yang disampaikan Ketua BEM FH UNIMAL itu kepada Media INDOJAYA, yaitu;
1. Mahkamah konstitusi sebagai Guardian's of constitution dan interpriter of constitution telah mengeluarkan putusan No. 50/PUU-VI/2008 terhadap Pasal 27 Ayat (3) tersebut, bahwasanya baru bisa dipidana menurut pasal tersebut apabila menyerang kehormatan pribadi seseorang. Namun, Saiful Mahdi mengkritik dan bertanya secara general.
2. Kebebasan berpendapat dan menyampaikan gagasan juga telah dijamin oleh konstitusi Yaitu di dalam Pasal 28e Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat", yang kemudian diperkuat oleh UU organik nya Yaitu Pasal 23 Ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM.
3. Kemudian seharusnya kampus harus menjadi tempat paling merdeka dalam menyampaikan pendapat atau gagasan karna itu pun di atur secara spesifik di dalam UU No. 12 Tahun 2012 Tentang perguruan tinggi yaitu mengatur beberapa pasal tentang kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.
4. Saiful Mahdi mengkritik dan bertanya di grup tersebut karna sesuai dengan bidang keilmuan dia yaitu ilmu statistik.
5. Seharusnya kasus tersebut diselesaikan di tingkat internal terlebih dahulu yaitu oleh Rektor Universitas Syiah Kuala untuk membentuk panitia adhoc untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, karena pada prinsipnya hukum pidana adalah sebagai ultimatum remedium (Upaya terakhir dalam penyelesaian masalah) bukan sebagai premium remedium (Upaya pertama dalam penyelesaian masalah).
"Atas beberapa alasan tersebut, kami BEM FH UNIMAL meminta hakim yang terhormat untuk bisa memvonis Bebas pak Saiful Mahdi. Kami juga berharap kawan-kawan mahasiswa yang ada di Aceh khususnya yang ada di Banda Aceh untuk bisa melihat dan mengadvokasi kasus ini. Karena pembelengguan terhadap kebebasan berpendapat adalah bagian dari pengkhianatan demokrasi dan pengkhianatan terhadap konstitusi," jelasnya.
Lebih lanjut Fadli menuturkan, jika hari ini Saiful Mahdi yang menjadi korban beringasnya kekuasaan, bisa jadi suatu saat nanti mahasiswa yang merasakan hal tersebut.
"Dimana pun kita, siapapun kita, harus sepakat bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan, kebebasan berpendapat dan menyampaikan gagasan merupakan Hak Asasi Manusia yang sangat fundamental," tegas Muhammad Fadli menutup pernyataannya.
Editor: Hidayat. S