IJN | Bogor - Pemerintah Kabupaten Bogor mengadakan rapat yang membahas tentang keberadaan imigran asal Negara Palestina yang berjualan kopi di wilayah Stadion Pakansari. Rapat tersebut berlangsung di ruang rapat VIP Serbaguna 1 Kelurahan Tengah Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Jumat 25 Januari 2019.
Hadir dalam rapat tersebut Kabag Kesra Enday Jakaria yang juga bertindak sebagai pemimpin rapat, LSM Masyarakat Pejuang
Bogor (MPB) diwakili Atiek Yulius, Kepala Kesbangpol Wawan Darmawan, Kapolsek Cibinong Kompol Prasetyo, Danramil Cibinong Kpt Arm Edi Suryana, dan juga dari unsur Polres AKP Waluyo.
Hadir juga perwakilan International Networking Humanitarian (INH) Luqman Nurhakim, perwakilan United Nations High
Commissioner for Refugees (UNHCR) Liza Samsoedir, P2TP2A Evis Hidayat, perwakilan Satpol PP Erwi, dari unsur Imigrasi, Dinas Sosial, Disdukcapil, KBO Intelkam Iptu Irwansyah dan sejumlah unsur terkait lainnya.
Enday Jakaria selaku Kabag Kesra mengatakan, pemerintah setempat saat ini telah menyediakan tempat bagi pengungsi asal Negara Palestina tersebut. "Terkait adanya imigran yang berada di Kabupaten Bogor, kami sudah menyediakan tempat penampungan untuk mereka yang stragis dekat dengan kesehatan, tempat ibadah dan lain-lain," kata Enday.
Ia juga menjelaskan, area stadion Pakansari sebenarnya merupakan zona merah yang dilarang berjualan. "Kami mengucapkan terima kasih kepada sejumlah pihak yang sudah berkordinasi dengan peninjauan dilapangan dan memberikan dukungan kepada UNHCR yang telah memberikan tempat atau rumah kontrakan untuk imigran tersebut," jelasnya.
Enday meminta, jangan sampai para imigran tersebut ditolak dimanapun. "Kita akan membantu mereka sebaik mungkin," ujar Enday dihadapan anggota rapat lainnya.
Imam Prawira selaku Kasi Intelejen keimigrasian Kabupaten Bogor mengatakan, status Omar adalah pengungsi dalam lindungan UNHCR termasuk 5 orang anggota keluarganya (anak dan istrinya). Sebagai pengungsi dalam lindungan UNHCR, Omar dan keluarganya tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia.
"Bapak Omar merupakan imigran mandiri dan tidak perlu perlakuan khusus karena akan menimbulkan kecemburuan imigran lainnya. Bapak Omar adalah sebagai pengungsi, jadi Kepres 125 adalah termasuk penampungan. Jelas Omar adalah orang asing yang kategori dari pemerintah yang telah dibebaskan oleh pemerintah dan sudah terdaftar oleh UNHCR," jelas Kasi Intelejen keimigrasian Kabupaten Bogor tersebut.
"Pada saat mereka berkeinginan untuk pulang biar kita urus paspornya. Kita sudah berupaya terutama yang bersangkutan tidak mau pulang, dan mereka juga tidak mempunyai uang untuk pulang. Posisi imigrasi terkait adanya sudah tidak ada perbantuan lagi dan membebaskan untuk tinggal di Kabupaten Bogor ini," sambung Imam Prawira.
Sementara Liza Samsoedir, perwakilan UNHCR menerangkan, Omar telah diberikan status sebagai pengungsi oleh UNHCR. "UNHCR kita cek secara detail dokumen perjalanan, tidak dipermasalahkan untuk tinggal keluarga bapak Omar karena sudah terdata di UNHCR. Dalam hal ini kami memberikan pengarahan pengarahan bimbingan konseling terhadap mereka terkait aturan yang berlaku," terangnya.
Dikatakan Liza, mereka harusnya merasa beruntung terkait dapat perbantuan dari instansi mana saja. UNHCR tidak akan campur tangan apabila imigran melakukan tindak pidana. "UNHCR akan menerbitkan kartu UNHCR setelah Imigran lolos hasil seleksi wawancara maupun lainnya oleh team UNHCR, mengenai video yang viral, UNHCR memberikan pengarahan untuk patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia dan Babah Omar harus mematuhinya, dan diingatkan untuk tidak mudah dimanfaatkan oleh oknum tertentu mengingat tahun ini adalah tahun Politik," ungkap Liza.
Selain itu, perwakilan International Networking Humanitarian (INH) Luqmanul Hakim menyebutkan, Ketua Cabang INH Gaza (Muhamad Hussen) pada 28 Juli 2018 lalu yang melakukam Video Call dengan Babah Omar, menyatakan bahwa kehidupannya di Indonesia terlantar. Pasca kejadian viralnya video Babah Omar di youtube, pihak INH langsung datang kembali menemui Babah Omar dan pernah menyewakan rumah untuk Babah Omar di Grand Fatio Pondok Rajeg dengan harga sewa Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta) per tahun, tapi rumah tersebut tidak pernah ditempati.
"Mengurus bapak Omar menjadikan INH terkuras secara finansial karena permintaannya berlebihan bahkan pernah minta sewa rumah sampai harga Rp.400.000.000, (empat ratus juta), dan langsung ditolak oleh INH. Omar memanfaatkan situasi dengan menerima uang sumbangan dari warga yang merasa iba dan kasihan kepada keluarganya," sebut Luwmanul Hakim.
Terkait kasus Omar kita carikan rumah di Perumahan Green Patio, kita bayar 28 juta dengan dihadiri oleh Lurah Kelurahan Tengah Kecamatan Cibinong. Dari kami INH sudah kami kasih tempat tinggal malahan tinggal di tenda, kami mohon agar diberikan ketegasan dari pemerintahan. Kami sudah viralkan vidio mereka yang sudah diberikan rumah dari pihak INH," sambungnya.
"Kami mengkhawatirkan mereka cuma memanfaatkan semua orang untuk dikasihani. Dari keluarga, Omar infonya warga Suriah pindah warga Negara Palestina, agar dari pihak Polisi untuk mengecek kebenarannya. Sudah banyak warga yang ketipu akan tingkah laku keluarga Omar, karena sampai saat ini sudah mempunyai 3 rumah," tambah Luqmanul Hakim.
Pernyataan itu disetujui LSM Masyarakat Pejuang Bogor (MPB). Menurut LSM tersebut, Omar telah membuat kesal banyak orang di daerah itu. Karena itu ia setuju agar pemerintah setempat memberikan ketegasan terkait status Omar. UNHCR juga diminta rutin memberikan bimbingan konseling agar bisa memperbaiki etika Omar dan keluarga jangan sampai kembali membuat kesal warga sekitar. "Jangan terlalu dimanjakan kepada mereka dengan cara mencarikan rumah dan tempat tinggal," tegasnya.
Lurah setempat bahkan meminta pemerintah segera memindahkan Omar dan keluarganya dari daerah tersebut. Apalagi pihak UNHCR mengaku tidak bisa menampung semua pengungsi yang datang ke Indonesia yang sifatnya terintegrasi maupun yang mandiri. Hingga saat ini, Omar dan keluarganya yang disebut merupakan keluarga imigran dari Negara Palestina tersebut masih di daerah Kabupaten Bogor, menunggu tindak lanjut dari pemerintah terkait tindakan selanjutnya.
Penulis : Ruddy Setiawan
Editor : Hidayat S