12 Sep 2018 | Dilihat: 585 Kali
Ombudsman Aceh dan Multistakholder Bertemu Bahas Masalah Vaksin Rubella
Ombudsman RI Perwakilan Aceh dan pihak terkait bahas masalah vaksin rubella. Foto: IJN
IJN | Banda Aceh - Ombudsman RI Perwakilan Aceh mengadakan diskusi membahas maraknya isu Vaksin MR yang viral beberapa waktu lalu. Diskusi tersebut dilaksanakan di Kantor Ombudsman Aceh, Rabu (12/09/2018).
Pada kesempatan tersebut, Ombudsman mengundang sejumlah pihak, diantaranya Dinas Kesehatan Aceh, Saifullah A. Gani (Jubir Pemerintah Aceh), Unicef, KP2A, Dr. Aslinar, SpA (IDAI), Nuu Husen (Rumah Singgah). Diskusi tersebut bertujuan untuk mencari jalan keluar terhadap isu penyakit rubella yang sedang marah terjadi saat ini.
Kepala Ombudsman perwakilan Aceh Dr. Taqwaddin mengatakan, Ombudsman sengaja memanggil sejunmlah pihak untuk mencari jakan keluar atas persoalan tersebut. "Kasus ini kemungkinan terjadi karena adanya informasi simpang siur dilingkungan masyarakat," ujar Dr Taqwaddin kepada wartawan Indojayanews.com.
Ombudsman, sebagai pihak yang berwenang menanggapi laporan masyarakat, melakukan Reaksi Cepat Ombudsman (RCO). "Ini penting segera kita respon untuk mencari solusi secepat mungkin, karena terkait dengan nyawa manusia, karena kesehatan merupakan bagian pelayanan dasar," jelas Dr Taqwaddin.
Sementara Dr. Fattah, yang hadir mewakili Dinas Kesehatan Aceh mengatakan, vaksin MR sangat pentinf dilakukan untuk kesehatan masyarakat. Karena menurutnya akan ada resiko jika vaksinitas tidak dilakukan. "Akibat dari tidak dilakukannya vaksin MR maka akan terjadi gangguan penglihatan, pendengaran, gangguan jaringan otak yang menyebabkan lambatnya si penderita dalam berpikir," sebut Fattah.
Selain itu, Dr. Aslinar, SpA yang merupakan praktisi sekaligus Sekretaris IDAI yang sedang menangani kasus tersebut menyebutkan, pasien yang terkena rubella bisa mengakibatkan radang paru paru, dan harus dirawat secara intensif apabila dialami oleh pasien. "Pada pasien rubella bisa menyebabkan radang paru, yang kemudian pengobatannya harus diisolasi. Tidak boleh gabung dengan pasien lainnya," sebut Dr. Aslinar.
Hal senada juga disebutkan Nurjannah Husen, selaku Relawan Sosial Kesehatan. "Masalah yang sedang ditangani rata-rata pasien tersebut tidak melakukan vaksin pada saat mereka bayi," kata aktivis perempuan ini yang akrab disapa Kak Nu.
Menurut informasi yang disampaikan, tahun 2010-2015, terdapat 30.463 kasus Rubella, lebih banyak dibanding kasus campak sebanyak 23.164.kasus. Tahun 2013 saja ada cacat bawaan akibat infeksi Rubella, disebut sebut sebanyak 2.767 kasus di Indonesia. Angka ini merupakan jumlah yang memprihatinkan karena butuh biaya yang sangat besar untuk menyembuhkannya. Padahal Pemerintah sudah mensosialisasikan pentingnya suntik Vaksin MR kepada anak-anak yang disampaikan melalui berbagai media.
Berdasarkan hasil kordinasi, disimpulkan bahwa imunisasi Vaksi MR harus terus berjalan. Meminta kepada Plt Gubernur Aceh atau Dinkes Aceh untuk segera duduk bersama dengan Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU) menentukan sikap terhadap Vaksin MR. Selanjutnya Pemerintah Aceh disarankan mengeluarkan instruksi terhadap masalah Vaksin MR, termasuk Instruksi untuk melakukan sosialisasi yang dilakukan oleh MPU Aceh.
"Ombudsman dalam hal ini akan mengeluarkan saran atau tindakan korektif kepada Pemerintah Aceh, hal ini untuk melindungi tingkat kematian bayi dan merambahnya wabah campak dan rubella," pungkas Dr Taqwaddin.