Densus 88 Polri Kawal Pembebasan Abu Bakar Baasyir
IJN - Jakarta | Polri bakal mengawal pembebasan narapidana kasus terorisme Abu Bakar bin Abud Ba'asyir alias Abu Bakar Ba'asyir pada Jumat (8/1). Ba'asyir telah menjalani vonis 15 tahun penjara dengan remisi sebanyak 55 bulan.
"Tentunya kami diminta atau tidak diminta kami pasti akan mengamankan kegiatan tersebut," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin 4 Januari 2020.
Ramadhan mengatakan kepolisian tetap memantau pergerakan Ba'asyir usai dibebaskan nanti. Namun, dia menegaskan perlakuan tersebut tak hanya kepada Ba'asyir.
Menurut Ramadhan, setiap narapidana yang sudah dibebaskan dari lembaga pemasyarakatan akan tetap dipantau kepolisian sehingga tak mengulangi perbuatannya.
"Jajaran intelijen terus awasi orang-orang yang pernah melakukan tindak pidana,"ujarnya.
Terpisah, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Imam Suyudi mengatakan pengamanan dan pengawasan pembebasan Ba'asyir diperketat dengan melibatkan personel Densus 88 Antiteror Polri.
"Karena dalam rangka pembebasan napiter ini masih dilakukan upaya pengawasan lanjutan oleh pihak terkait untuk keamanan dan ketertiban yang bersangkutan sendiri,"kata Imam di Bandung, Jawa Barat, Senin (4/1).
Iman mengaku pihaknya sudah berkoordinasi dengan Densus 88 Polri terkait pembebasan Ba'asyir Jumat 8 Januari. "jadi tetap kami dan saat ini pun sudah dikoordinasikan dengan Densus terkait pembebasan Jumat nanti," ujarnya
Sementara Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rika Aprianti mengatakan selain Polri, pihaknya bersinergi dengan sejumlah lembaga terkait untuk mengawal pembebasan Ba'asyir.
"Bahwa dalam pembebasan yang bersangkutan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bersinergi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Densus 88 Antiteror, dan berkoordinasi dengan pihak keluarga dan pihak-pihak terkait," kata Rika.
Ba'asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011 lalu. Ia terbukti terlibat dalam tindak pidana terorisme.
Salah satu pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu'min tersebut terbukti merencanakan dan menggalang dana untuk pembiayaan pelatihan militer di Aceh.